
Karangasem, Bali,CN-21 Mei 2025– Proses eksekusi lahan di Banjar Dinas Amed, Desa Purwakerthi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, memicu keberatan dari keluarga almarhum I Ketut Rundung. Mereka menilai eksekusi tersebut cacat prosedur dan mengabaikan fakta di lapangan, sehingga berpotensi merugikan hak waris atas tanah yang diklaim sebagai milik leluhur mereka.
Keluarga I Ketut Rundung telah menyampaikan aduan kepada Senator DPD RI asal Bali, I Komang Merta Jiwa, setelah merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Berdasarkan keterangan keluarga, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) atas nama I Ketut Rundung dengan Nomor Objek Pajak (NOP) 51.07.051.012.014.0114.0 dan luas 7.992 m², dibatalkan sepihak oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karangasem. Pembatalan ini dilakukan meskipun terdapat pengakuan dari Kepala Dusun, Kepala Desa, dan Camat setempat bahwa objek tanah yang dimaksud berbeda lokasi dengan yang diklaim oleh pihak pemohon eksekusi.
I Nengah Suwenten, anak almarhum I Ketut Rundung, menyatakan ketidaksesuaian antara peta blok yang menjadi dasar eksekusi dengan bentuk fisik tanah miliknya. “Peta blok itu jelas tidak sesuai! Tanah kami bentuknya segi empat memanjang, bukan berbentuk kapak seperti tanah yang diklaim I Ramia,” ujar Suwenten.
Pihak keluarga menyoroti bahwa pengadilan mengesahkan eksekusi berdasarkan peta blok yang mereka anggap kontroversial tanpa verifikasi objektif di lapangan. Mereka merasa tidak diberikan ruang pembelaan yang adil. “Saat kami minta pengukuran ulang dari BPN, kami diadang aparat bersenjata yang mendampingi pihak lawan,” tambah Suwenten.
Tanah yang menjadi objek sengketa ini disebut-sebut telah ditempati keluarga I Ketut Rundung sejak tahun 1916 oleh leluhur mereka, I Sarwa. Keturunan saat ini menghadapi potensi kehilangan hak atas tanah tersebut.
Kuasa hukum keluarga I Ketut Rundung, I Nyoman Kantun Suyasa, S.H., dari kantor hukum D’MANTARA & PARTNERS, mendesak Pengadilan Negeri Amlapura untuk menangani perkara ini secara transparan. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan rasa keadilan dan kemanusiaan dalam setiap putusan hukum. “Pengadilan tidak bisa hanya berdalih menjalankan putusan. Harus ada rasa keadilan dan kemanusiaan. Kasus ini jelas memperlihatkan adanya perbedaan fisik tanah antara yang disebut dalam peta dengan tanah yang ditempati para termohon eksekusi,” jelasnya.
Suyasa menambahkan bahwa penegakan hukum harus berdasarkan prinsip keadilan substantif. Keluarga I Ketut Rundung telah melayangkan Surat Kuasa Bantahan Eksekusi untuk melakukan perlawanan hukum terhadap Penetapan Ketua PN Amlapura No. 7/Pdt.Eks/2024/PN.Amp jo. Putusan PN Amlapura No. 66/Pdt.G/2020/PN.Amp.
Masyarakat Bali diharapkan dapat memantau integritas dan netralitas lembaga peradilan dalam kasus ini. Pihak keluarga juga berharap Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dapat melakukan investigasi menyeluruh terhadap proses eksekusi ini.
Publisher -Red