KENDAL — Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kabupaten Kendal didorong untuk lebih mendalami dan menguasai berbagai regulasi baru terkait desa yang dinilai semakin kompleks. Penekanan ini muncul dalam Forum Diskusi Grup (FGD) yang digelar Paguyuban BPD Kabupaten Kendal bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) serta Inspektorat Kendal pada Minggu (2/11/2025).
Peningkatan pemahaman regulasi menjadi krusial di tengah terbitnya sejumlah petunjuk teknis (juknis) dan instruksi baru dari Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Desa. Sekretaris Paguyuban BPD Kendal, Suardi, menyebut peran BPD kini kian strategis karena turut menentukan arah kebijakan desa, termasuk dalam Musyawarah Desa Khusus (Musdesus).
“Fungsi BPD sangat berpengaruh, misalnya dalam musdesus mengenai pembentukan koperasi desa merah putih, semua kembali ke BPD. Karena itu, BPD harus memahami aturan dan kebijakan terbaru agar tidak keliru dalam mengambil keputusan,” ujar Suardi.
Kepala Dispermasdes Kendal, Yanuar Fatoni, menegaskan bahwa periode ini adalah masa transisi penting sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Ia mengingatkan BPD dan pemerintah desa agar mencermati regulasi baru yang bertujuan memperkuat kemandirian desa.
“Amanat undang-undang tersebut adalah agar desa-desa di Indonesia menjadi mandiri, tidak bergantung pada anggaran pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat. Dana bantuan yang diterima desa harus dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan asli desa,” tegas Yanuar.
Ia mencontohkan berbagai potensi ekonomi desa di Kendal yang dapat dimaksimalkan, seperti wisata Pantai Indah Kemangi di Jungsemi, wisata Kalikesek di Sriwulan, kawasan wisata Ngebom Mororejo, serta kolam wisata di Magelung, Kaliwungu Selatan.
“Potensi dan sumber daya manusia di desa harus dimaksimalkan. Bahkan persoalan seperti sampah pun dapat diolah menjadi sumber penghasilan desa,” tambahnya.
Yanuar Fatoni juga menyoroti sejumlah kebijakan baru yang harus segera ditindaklanjuti. Di antaranya adalah kewajiban penggunaan minimal 20 persen dana desa untuk ketahanan pangan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta 30 persen untuk percepatan pembentukan koperasi desa merah putih sesuai instruksi presiden.
“Desa wajib menggelar musdesus untuk pembentukan koperasi merah putih dan menyiapkan lahan minimal 600 meter persegi bagi pembangunan gedungnya,” jelasnya.
Selain tuntutan kebijakan baru, Dispermasdes juga memproyeksikan adanya penurunan dana desa pada tahun anggaran 2026.
“Dana desa tahun 2026 diproyeksikan menurun rata-rata 14 persen akibat kebijakan efisiensi, sehingga porsi anggaran pembangunan desa hanya sekitar 25 persen,” ungkap Yanuar.
Penurunan ini, lanjutnya, telah disosialisasikan kepada para kepala desa untuk mencegah gejolak di masyarakat. “Kami telah menyampaikan agar tidak terjadi gejolak. Jadi, jika nantinya ada warga bertanya mengapa pembangunan tidak seperti tahun sebelumnya, semua sudah mengetahui alasannya,” pungkasnya.
FGD yang digelar di Gedung Serbaguna Desa Rejosari, Brangsong, tersebut diakhiri dengan sesi diskusi interaktif. Dalam sesi ini, para anggota BPD dari berbagai desa menyampaikan aspirasi dan permasalahan yang mereka hadapi di wilayah masing-masing kepada perwakilan Dispermasdes dan Inspektorat Kendal. (zen)
Publisher -Red
Reporter CN -Zen
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










