Aceh Singkil – 14 Oktober 2025– Forum Umat Islam (FUI) Kabupaten Aceh Singkil mengeluarkan desakan keras kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil. Mereka meminta agar proses pemilihan Imum Mukim di wilayah tersebut sepenuhnya berpedoman pada Qanun Aceh Singkil Nomor 1 Tahun 2012 tentang Mukim, dan tidak semata-mata mengacu pada Qanun Aceh yang lebih umum.
Ketua FUI Aceh Singkil, Tengku Muda Hambalisyah Sinaga, dengan tegas menyatakan bahwa Qanun Aceh Singkil 2012 merupakan regulasi vital yang lahir dari kajian panjang dan menghabiskan anggaran daerah hingga ratusan juta rupiah. Menurutnya, mengabaikan qanun ini adalah langkah yang tidak bisa dibenarkan.
“Tidak ada alasan Pemda Aceh Singkil tidak menjalankan qanun tersebut. Qanun itu lahir melalui pertimbangan dan kajian matang, bahkan menelan biaya besar dari APBK,” tegas Tengku Hambali pada Selasa (14/10/2025).
Hambali menjelaskan bahwa Qanun Nomor 1 Tahun 2012 memuat sejumlah syarat krusial bagi calon Imum Mukim, yang dirancang untuk memastikan pemimpin adat dan keagamaan memiliki kompetensi spiritual dan sosial yang tinggi. Syarat-syarat tersebut meliputi:
– Mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
- Mampu menjadi imam dan khatib Jumat.
– Dapat memandikan jenazah.
Memahami kondisi geografis, adat istiadat, dan sosial budaya kemukiman.
“Syarat ini untuk memastikan Imum Mukim benar-benar menjadi pemimpin yang berwibawa dan berakar pada nilai-nilai Islam. Kalau tidak sesuai qanun, untuk apa dibuat qanun yang menghabiskan APBK?” ujarnya dengan nada kecewa.
FUI mencium adanya kejanggalan dalam proses penjaringan calon Imum Mukim yang belakangan ini hanya berpedoman pada Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2009. Padahal, Qanun Aceh Singkil 2012 seharusnya menjadi penegasan atas keistimewaan daerah dalam menjalankan syariat dan adat.
“Jika penjaringan Imum Mukim tidak berlandaskan qanun daerah, maka prosesnya cacat hukum dan berpotensi digugat,” sambung Hambali.
Ia juga mengingatkan bahwa Imum Mukim adalah simbol keistimewaan Aceh yang harus dijaga marwahnya.
Mengabaikan qanun lokal sebagai dasar hukum utama dianggap sebagai bentuk kekecewaan terhadap warisan nilai-nilai yang telah ditetapkan.
“Penjaringan Imum Mukim jangan asal ada, Kami kecewa Qanun Aceh Singkil Nomor 01 Tahun 2012 tidak dijadikan dasar penjaringan,” pungkasnya.
Publisher -Red
Reporter CN -Amri
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










