LUWUK, BANGGAI – 12 Desember 2025– Kredibilitas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Banggai dipertanyakan setelah lima kali upaya mediasi perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak antara enam mantan karyawan dengan PT Toiba Marindo Lestari berakhir nihil. Ketidakmampuan Disnakertrans menghadirkan pihak perusahaan dinilai sebagai bukti kelemahan pengawasan dan tumpulnya otoritas negara dalam melindungi hak-hak pekerja.
Sudah lima kali, termasuk pada Kamis (11/12/2025), enam pekerja tersebut harus menempuh perjalanan jauh dari desa mereka hanya untuk mendapati kursi perwakilan perusahaan kosong di ruang mediasi Disnakertrans.
“Kami sudah lima kali datang mengadu, namun tidak ada kesimpulan. Ini menunjukkan Disnakertrans tidak sanggup memediasi. Nasib kami, yang sudah diberhentikan tanpa alasan jelas dan tanpa pesangon, terus terkatung-katung,” tegas Marwan, salah satu karyawan yang di-PHK, saat ditemui di kantor Disnakertrans.
Para karyawan mengungkapkan keanehan dalam proses mediasi tersebut. PT Toiba Marindo Lestari selalu mangkir, namun perwakilannya hanya diwakili oleh oknum anggota Polsek Bualemo.
“Perusahaan tidak pernah hadir. Melainkan hanya oknum dari anggota Polsek Bualemo yang menghadiri selaku utusan dari pihak Perusahaan. Kami heran, kenapa perselisihan perburuhan diwakili oleh aparat keamanan, bukan oleh direksi atau manajer yang berhak memutuskan pembayaran hak kami,” ujar sejumlah karyawan.
Situasi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa perusahaan sengaja menghindari tanggung jawabnya, sementara kehadiran perwakilan yang tidak berwenang memperlambat proses penyelesaian.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kabupaten Banggai, Ardi Arifin, S.STP, M.Tr.I.P, membenarkan bahwa perusahaan tidak kooperatif. Namun, pengakuan ini justru menjadi kritikan pedas terhadap efektivitas kinerja Disnakertrans.
“Secara tegas saya sampaikan bahwa Perusahaan PT Toiba Marindo Lestari tidak kooperatif dan tidak mau menghargai kami dari Disnakertrans. Coba pikir, ini enam orang karyawan yang di-PHK sudah berusia lanjut dan perjalanan dari kampung mereka jauh, sudah kelima kali dimediasi tidak ada hadirnya,” keluh Ardi Arifin.
Pengakuan pejabat publik bahwa mereka “tidak dihargai” oleh perusahaan menunjukkan kegagalan Disnakertrans dalam menegakkan wibawa hukum dan kewajiban perusahaan.
Ardi Arifin menjadwalkan mediasi terakhir pada Selasa depan. Dia menyatakan, jika pihak perusahaan kembali mangkir, Disnakertrans akan ‘melepas tangan’ dan mempersilakan karyawan mengadukan masalah ini ke DPRD Kabupaten Banggai untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Bila mana pihak Perusahaan tidak hadir (lagi), maka silakan Bapak/Ibu ke DPRD laporkan kelakuan Perusahaan tersebut untuk dilakukan RDP,” terang Kepala Bidang.
Langkah ini dilihat sebagai upaya Disnakertrans melempar tanggung jawabnya sendiri dalam penyelesaian sengketa industrial yang diatur undang-undang. Perselisihan hak-hak pekerja yang jelas-jelas melanggar hukum seharusnya bisa diselesaikan secara tegas melalui jalur hukum, bukan hanya dilimpahkan ke ranah politik (DPRD) setelah mediasi berulang kali gagal karena minimnya tekanan institusi.
PHK sepihak tanpa peringatan atau pembayaran hak adalah tindakan ilegal. Kegagalan mediasi berulang ini menegaskan urgensi intervensi pemerintah daerah dan peninjauan kembali efektivitas Disnakertrans Kabupaten Banggai dalam menegakkan keadilan bagi kaum buruh.
Penting dan mendesak:
- Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia
- Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Kemnaker RI)
- Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP)
Publisher -Red
Reporter CN -Nakir
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










