OKI, Sabtu 6 Desember 2025 – Pemeriksaan terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) per 31 Desember 2024 mengungkap adanya kelemahan akut dan kegagalan sistematis dalam penatausahaan Kas di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Temuan ini mengindikasikan potensi kerugian keuangan daerah hingga ratusan juta rupiah dan menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas tata kelola anggaran daerah.
Temuan kunci menunjukkan pola pelanggaran yang mengkhawatirkan dan terstruktur, melanggar prinsip fundamental pemisahan tugas dan akuntabilitas:
1. Penyimpangan Fungsi Kebendaharaan: Pada 13 SKPD, Bendahara Pengeluaran (BP) terbukti melimpahkan dana secara tunai (UP, GU, TU) kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Tindakan ini secara nyata melanggar ketentuan yang mengharuskan pemisahan tegas antara fungsi pelaksana kegiatan (PPTK) dan fungsi pengelola kas (BP), membuka peluang lebar bagi moral hazard.
2. Verifikasi Berkedok: PPK pada 13 SKPD gagal menjalankan kewajiban vital mereka. Mereka hanya meneliti rekapitulasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan tidak memverifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen pertanggungjawaban. Praktik ini secara efektif melumpuhkan pengawasan internal terhadap setiap pengeluaran.
3. Realisasi Belanja Tanpa Dasar Kuat: Ditemukan belanja barang dan jasa senilai Rp176.004.371,00 pada tujuh SKPD yang tidak didukung dokumen pertanggungjawaban yang lengkap dan sah. Hal ini menuntut klarifikasi mendesak: Apakah dana tersebut benar-benar terealisasi untuk kegiatan yang sah?
Temuan ini tegas menunjuk pada: lemahnya pengendalian internal, gagalnya penegakan disiplin anggaran, dan tidak adanya pemisahan tugas yang memadai.
Risiko yang ditimbulkan sangat serius: dana yang “beredar” di tangan PPTK dan tidak tercatat riil oleh Bendahara berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan (misappropriation) atau fraud. Lebih jauh, Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) hanya memeriksa saldo rekening koran, mengabaikan pencatatan sisa UP riil yang belum di-SPJ-kan.
“Ini bukan sekadar kekhilafan administrasi; ini adalah indikasi serius pengabaian tugas dan tanggung jawab jabatan yang berpotensi merugikan hajat hidup masyarakat OKI. Pejabat yang digaji rakyat terindikasi melonggarkan bahkan menghancurkan pagar-pagar pengawasan,” ujar [Media/Tim Redaksi Prima]. “Keadaan ini menuntut sanksi yang super pedas, sesuai bobot pelanggaran.”
Kami mendesak agar Pemerintah Kabupaten OKI dan Kementerian terkait segera mengambil langkah dramatis:
– Restitusi Segera: PA/KPA wajib segera memerintahkan penarikan kembali (restitusi) seluruh sisa kas dari tangan PPTK ke Bendahara Pengeluaran.
– Sanksi Administratif Maksimal: Kami menuntut sanksi administratif paling tegas dijatuhkan kepada Bendahara, PPTK, dan PPK yang secara nyata melanggar ketentuan pelimpahan kas dan verifikasi dokumen.
– Reformasi Struktural: Pemerintah Daerah harus segera menerbitkan peraturan bupati yang mengatur prosedur revolving UP/GU secara ketat untuk membatasi ruang gerak penyimpangan.
– Proses Hukum: Aparat Penegak Hukum (APH) didesak untuk segera mengambil alih temuan ini dan melakukan penyelidikan terhadap dugaan Tindak Pidana Korupsi yang mungkin timbul dari realisasi belanja yang tidak didukung dokumen yang sah.
Publik menanti pertanggungjawaban riil, bukan sekadar janji perbaikan. Kepercayaan rakyat adalah taruhannya.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










