
KEBUMEN, Jumat, 18 Juli 2025 – Drama hutang piutang yang tak kunjung usai di Desa Kedungwinangun, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen, kini melampaui persoalan angka. Bagi Marwati, korban pengingkaran janji berulang oleh ED, Kemungkinan akan mengambil langkah hukum yang akan ditempuhnya, ini bukan lagi semata-mata tentang nilai Rp13 juta yang belum terbayar. Ini adalah soal harga diri, perlakuan yang dirasa melecehkan, dan permainan hati yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Marwati menjelaskan, ia tergerak membantu ED yang datang meminjam sekitar Rp15 juta beberapa tahun lalu, dengan alasan kebutuhan mendesak dan janji “mencicil semampunya.” Namun, niat baik Marwati dibalas dengan serangkaian pengingkaran. Setelah beberapa kali cicilan awal, pembayaran terhenti total bertahun-tahun lamanya. Setiap kali ditagih, ED selalu menyodorkan beragam dalih: mulai dari suaminya yang menjadi korban “jodol, menganggur, pindah kerja, hingga kini bekerja di luar kota dan luar pulau.
Kesabaran Marwati diuji berulang kali. Pada bulan puasa lalu, mediasi dilakukan di kediaman ED, disaksikan kakak perempuan ED. Sebuah perjanjian tertulis dibuat, di mana ED berjanji melunasi sisa Rp13 juta dalam 2,5 bulan. Perjanjian ini bahkan ditandatangani oleh Kepala Desa serta Ketua RT setempat, sebuah upaya formalitas yang diharapkan mengikat. Namun, janji itu kembali diingkari.
Tanpa jeda, pada 16 Juni 2025 sesuai waktu yang ditentukan 2?5 bulan oleh ED, Namun ED hanya membayar Rp1 juta dan kembali membuat perjanjian baru, dengan kakak laki-lakinya ED menjadi penjaminnserta di saksikan pula oleh kakak perempuan ED. Ia berjanji mencicil sekitar Rp1 juta per bulan. Tapi lagi-lagi, siklus pengingkaran janji terulang, lengkap dengan dalih-dalih baru.
“Ini bukan lagi soal uangnya,” tegas Marwati saat dihubungi awak media. “Tapi cara ED yang terkesan melecehkan dan mempermainkan saya dan keluarga saya.” Keterlibatan keluarga ED sebagai penjamin dan keberadaan para pejabat desa sebagai saksi, seharusnya menjadi penguat komitmen. Namun, hal itu justru seolah mempertegas betapa ringannya janji bagi ED, bahkan di hadapan banyak saksi dan penjamin.
Marwati, yang sudah mencapai puncaknya, akan memberikan satu kesempatan terakhir hingga bulan Agustus mendatang sesuai permintaan ED. “Jika masih serupa, saya akan mengambil langkah hukum,” pungkasnya. Hal ini menjadi pelajaran pahit tentang pentingnya itikad baik dalam setiap kesepakatan, di mana pengingkaran janji yang berulang kali, bahkan dengan dalih seputar pekerjaan dan keluarga, dapat mengikis kepercayaan hingga ke titik terendah, mengubah sengketa finansial menjadi persoalan martabat dan harga diri.
Publisher -Red