LAHAT, 9 Desember 2025– Praktik penetapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya Pajak Parkir dan Pajak Restoran di Kabupaten Lahat, diyakini telah menjadi pintu gerbang kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara sistemik dan terstruktur. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lahat terungkap telah melanggar Undang-Undang Perpajakan Daerah dengan tidak menggunakan omzet riil Wajib Pajak (WP) sebagai dasar pemungutan.
Alih-alih penegakan hukum pajak yang ketat, Bapenda justru menggunakan praktik yang disebut sebagai “kesepakatan lisan” atau “kesanggupan WP membayar” yang bersifat sangat subjektif dan arbitrasi.
Temuan ini terungkap dalam pemeriksaan Tahun Anggaran 2024. Praktik ini secara fundamental mengubah fungsi pajak menjadi pungutan non-formal yang dapat dinegosiasikan, menciptakan kebocoran PAD yang tidak terukur dan memicu ketidakadilan.
“Kami akan siap untuk melaporkan kejadian kebocoran PAD Kabupaten Lahat ini agar segera diperiksa. Memberantas korupsi di Kabupaten Lahat sudah merajalela,” tegas Ali Sopian, Ketua Rajawali News sekaligus Ketua Rambo, di Lahat pada hari Senin, 09 Desember 2025.
Laporan ini menyoroti sejumlah kejanggalan serius, melibatkan Pejabat Bapenda melalui Kepala Bidang Pajak Daerah dan Retribusi bersama Wajib Pajak (WP) besar yang diuntungkan.
Fakta Kunci yang Mengerikan:
– Contoh Mencolok: Salah satu WP besar, sebut saja RM Dad, hanya membayar Pajak Restoran sebesar Rp350.000 per bulan, padahal omzet transaksi belanja dari Pemkab Lahat saja dapat mencapai Rp1,6 Miliar.
– Pengakuan Resmi: Pejabat Bapenda secara eksplisit mengakui adanya praktik penyimpangan (kesepakatan) dan kelalaian (tidak pernah audit) dalam penetapan pajak.
– Sistem Kuno: Penetapan pajak dengan nilai yang sama setiap bulan tanpa penyesuaian (nilai flat) mengindikasikan praktik ini telah berlangsung lama dan menjadi kebijakan yang dilembagakan, bukan sekadar insiden sesaat.
Kegagalan Bapenda dalam menegakkan dasar pengenaan pajak yang sah dan keengganan melakukan pemeriksaan telah menyebabkan hilangnya pendapatan daerah yang substansial. Kelumpuhan kontrol ini meluas hingga ke infrastruktur administrasi pajak:
– Database Pajak Daerah (I-Tax): Ditemukan dalam kondisi kacau balau, termasuk adanya Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD) ganda, menandakan kelumpuhan integritas data dan kontrol sistem.
– Reduksi Fungsi Tapping Box: Alat Tapping Box, yang seharusnya merekam omzet total (Restoran/Parkir), fungsinya direduksi hanya untuk sewa kamar saja.
– Absennya Penegakan Hukum: Tidak ada denda untuk keterlambatan pembayaran dan tidak pernah dilakukan audit pajak, membuka pintu lebar bagi penghindaran pajak yang terstruktur, yang ironisnya, “disponsori” oleh kelalaian pejabat itu sendiri.
Saat dikonfirmasi, Pejabat Bapenda membenarkan praktik penyimpangan ini dengan dua alasan utama:
– Alasan 1: Agar WP “tetap membayar pajak” (memilih kemudahan administratif).
– Alasan 2: Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga “belum pernah melakukan pemeriksaan pajak.”
Keputusan Pejabat untuk memilih kemudahan administratif dan toleransi terhadap ketidakpatuhan, alih-alih penegakan hukum yang benar, telah menciptakan ketidakadilan akut antar-WP dan lingkungan yang memicu kecurangan terstruktur. Ini menyiratkan bahwa seluruh mekanisme pengawasan (regulasi, teknologi, prosedur) secara sadar telah dikhianati atau dinonaktifkan.
Kegagalan sistemik yang terungkap ini menegaskan bahwa permasalahan di Kabupaten Lahat bukan sekadar insiden, melainkan krisis tata kelola perpajakan yang mendalam. Kerugian kumulatif daerah diyakini jauh lebih besar dari yang terungkap.
Tim Redaksi menuntut agar aparat penegak hukum segera melakukan investigasi total terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan negara yang terjadi secara sistemik ini.
Publisher -Red PRIMA
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










