
KABUPATEN BEKASI – 21 Juni 2025- Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi para Kepala Desa se-Kabupaten Bekasi kembali menjadi sorotan. Pelaksanaan Bimtek yang diduga diselenggarakan oleh pihak swasta tanpa melibatkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) dinilai bertentangan dengan regulasi nasional dan daerah tentang pembinaan dan peningkatan kapasitas desa.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, menyatakan keprihatinannya terkait maraknya Bimtek kepala desa yang tidak terkoordinasi dengan DPMD maupun APDESI. Melalui pesan singkat kepada mediarjn.com, Ridwan menyoroti pola pelatihan yang dinilai jauh dari semangat efisiensi dan tata kelola anggaran yang baik.
“Saya sudah tanya ke Kepala DPMD, beliau juga tidak tahu. Ini kenapa Kepala Desa Bimtek terus? Padahal ada Inpres No. 1 Tahun 2025 soal efisiensi anggaran,” ungkap Ridwan.
Ia menambahkan, pelaksanaan Bimtek oleh lembaga non-pemerintah berpotensi menjadi modus pemborosan dana desa. “Pemdes terlalu mudah menyetujui kegiatan berbau Bimtek, padahal yang menyelenggarakan bukan lembaga resmi. Ini jadi peluang usaha baru, dan bentuk penghamburan uang model baru. Jangan-jangan nanti bisa Bimtek sebulan dua kali,” lanjutnya.
“Ironisnya, ADD dan DAD katanya kurang, tapi kegiatannya Bimtek terus. Ini jelas harus dikritisi,” tegas Ridwan, menekankan pentingnya efisiensi anggaran dan akuntabilitas desa.
Bimtek yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta ini diduga berlangsung tanpa koordinasi langsung dengan DPMD maupun APDESI. Padahal, kedua lembaga ini secara normatif merupakan unsur utama dalam pembinaan dan pemberdayaan kepala desa sesuai regulasi pusat dan daerah.
Merujuk pada Permendagri No. 16 Tahun 2018 tentang Musyawarah Desa dan Pemberdayaan Masyarakat, serta Perda Kabupaten Bekasi No. 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kegiatan peningkatan kapasitas perangkat desa wajib melibatkan peran aktif pemerintah daerah dan asosiasi kepala desa demi memastikan akuntabilitas dan relevansi materi.
Selain itu, Permendagri No. 28 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembinaan Kepala Desa juga menegaskan bahwa program peningkatan kapasitas kepala desa wajib dilakukan melalui pelibatan pemerintah daerah (DPMD) dan asosiasi desa resmi (APDESI). Pelaksanaan Bimtek di luar daerah dan tanpa kehadiran unsur DPMD maupun APDESI menimbulkan pertanyaan serius terkait hukum dan etika tata kelola pemerintahan desa.
Ketua RJN Bekasi Raya, Hisar Pardomuan, turut menanggapi polemik ini. Ia menilai kegiatan semacam ini mencederai semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran desa.
“Ketika kegiatan pelatihan bagi kepala desa dilakukan tanpa koordinasi dengan DPMD dan APDESI, maka itu tidak hanya cacat secara prosedural, tetapi juga membuka peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran,” ujar Hisar.
Hisar juga menekankan bahwa kepala desa seharusnya tidak menjadi objek bisnis pelatihan yang sarat konflik kepentingan. “Kami dari RJN mendorong aparat penegak hukum dan Inspektorat Daerah untuk mengevaluasi secara menyeluruh kegiatan Bimtek yang tidak memiliki dasar pelibatan pemerintah daerah secara formal.”
Bimtek yang dimaksud berlangsung pada pertengahan Juni 2024 dan diikuti oleh sejumlah kepala desa dari Kabupaten Bekasi, namun dilaksanakan di luar wilayah administrasi kabupaten tanpa pengawalan resmi dari lembaga yang berwenang. Situasi ini memunculkan pertanyaan publik mengenai pihak penyelenggara dan proses penganggarannya.
Selain dugaan pelanggaran administratif, kegiatan ini disebut-sebut mengabaikan prinsip-prinsip good governance, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Jika terus dibiarkan, pola semacam ini dikhawatirkan dapat menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pemerintahan desa, di mana anggaran pelatihan bisa disalurkan tanpa pengawasan, konten pelatihan tidak relevan, dan hasilnya tidak berdampak pada kualitas pelayanan publik di desa.
Untuk memperbaiki situasi ini, penguatan peran DPMD dan APDESI dalam setiap kegiatan Bimtek dianggap mendesak, dengan implementasi revisi pedoman teknis pelatihan, penerapan evaluasi kegiatan oleh Inspektorat, dan transparansi vendor atau pihak ketiga yang terlibat.
Pemerintah Kabupaten Bekasi juga diminta untuk menerbitkan Surat Edaran Bupati yang mengatur mekanisme pelatihan kepala desa secara terstruktur, terukur, dan terbuka.
“Jangan jadikan kepala desa sebagai objek pelatihan yang hanya menghabiskan anggaran tanpa evaluasi dampak,” pungkas Hisar Pardomuan.
Polemik Bimtek ini menjadi cerminan kegagalan koordinasi antara pemerintah daerah dan desa, sekaligus menjadi panggilan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memperbaiki tata kelola. Masyarakat dan media diharapkan terus mengawasi jalannya pemerintahan desa yang bersih, berintegritas, dan berpihak kepada rakyat.*(red)