
Sekadau, Kalbar – Dua orang wartawan dari media daring Detik Kalbar dan Kalbar Satu Suara, berinisial R dan S, diduga mengalami intimidasi dan kriminalisasi saat menjalankan tugas jurnalistiknya pada Jumat, 27 Juni 2025. Peristiwa ini terjadi saat keduanya meliput dugaan aktivitas penambangan emas tanpa izin di Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau.
Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Dra. Kasihhati, dalam keterangannya kepada awak media pada Minggu, 29 Juni 2025 di Jakarta, menyampaikan keprihatinannya atas kejadian tersebut. “Kedua wartawan, R dan S, bahkan sempat diamankan oleh beberapa warga Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, berikut mobil yang mereka gunakan,” ungkap Kasihhati.
Lebih lanjut, Kasihhati menjelaskan bahwa kedua wartawan tersebut dipaksa menandatangani surat pernyataan yang telah disiapkan oleh sekelompok orang. Surat pernyataan itu berisi empat poin kesepakatan:
* Tidak adanya pemberitaan negatif di Kecamatan Belitang Hilir.
* Wartawan tidak dibolehkan memasuki wilayah Kecamatan Belitang Hilir.
* Untuk ke depannya tidak ada lagi pihak wartawan yang melakukan pemerasan atau pungli kepada masyarakat Kecamatan Belitang Hilir.
* Setelah kejadian ini tidak ada lagi pemberitaan media daring maupun media cetak yang memberitakan hal negatif di wilayah Kecamatan Belitang Hilir, dan apabila hal itu terjadi, pihak media daring Detik Kalbar bersedia bertanggung jawab.
Menurut Kasihhati, keempat poin dalam surat pernyataan tersebut dibuat di bawah tekanan sekelompok orang yang diduga adalah para penambang emas tanpa izin, bahkan ironisnya, hal itu terjadi di depan Aparat Penegak Hukum.
“Kejadian ini sangat mencederai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang salah satu tujuan utamanya adalah melindungi kemerdekaan pers serta fungsi pers sebagai kontrol sosial dan penyedia informasi bagi masyarakat,” tegas Kasihhati. Ia juga mengingatkan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan secara melawan hukum melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara hingga 2 tahun atau denda.
FPII mengecam keras aksi intimidasi dan kriminalisasi yang menghalangi tugas pokok dan fungsi wartawan ini. Dra. Kasihhati mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberikan respons cepat dan segera menindak para pelaku, tanpa perlu menunggu aduan resmi dari korban karena kasus ini sudah menjadi perhatian publik secara nasional.
“Sangat disayangkan intimidasi dan persekusi yang dilakukan sekelompok orang terhadap dua wartawan yang menjalankan kegiatan jurnalistik. FPII sebagai garda terdepan pembela insan pers akan membawa masalah ini ke ranah hukum dan mengawal kasus kriminalisasi kedua wartawan ini sampai tuntas,” pungkas Kasihhati.
(Tim Redaksi)