Kisah Pilu dari Debu Semondo: Antara Cor Basah, Klakson, dan "Tatapan Maut" Pengendara

Kisah Pilu dari Debu Semondo: Antara Cor Basah, Klakson, dan “Tatapan Maut” Pengendara

GOMBONG – Di bawah terik matahari dan kepulan debu proyek jalan Selokerto–Buayan, tepatnya di perempatan Desa Semondo, ada dua sosok yang sedang berjuang menjaga sabar. Sebut saja mereka Acil dan Bocil.

Bukan sedang bermain, mereka adalah garda depan pengatur lalu lintas di area pengecoran jalan yang dikerjakan oleh kontraktor asal Purworejo. Namun, alih-alih mendapat ucapan terima kasih, mereka justru lebih sering “kena mental”.

Meski papan larangan masuk bagi kendaraan roda empat sudah terpampang nyata di depan, kenyataan di lapangan berkata lain.

Mobil-mobil pribadi hingga kendaraan bermuatan besar masih saja nekat menerobos. Hasilnya? Kemacetan total. “Sudah tahu dilarang, tapi tetap masuk. Akhirnya semua terkunci, tidak bisa gerak.

Kami yang di tengah-tengah cuma bisa geleng kepala,” ungkap salah satu pengatur jalan dengan nada letih.

Di saat aspal masih basah dan jalur menyempit, kesabaran seolah menjadi barang mewah yang tidak dimiliki warga.

– Sumbu Pendek: Baru distop sebentar, klakson sudah bersahutan.

– “Mendelik” dan Melawan: Saat dinasehati dengan baik demi keselamatan dan keawetan cor-coran, tak jarang pengendara justru memberi tatapan tajam (mendelik) bahkan berani mengajak adu mulut.

“Kami di sini menjaga agar jalan yang dibangun PT dari Purworejo ini cepat selesai dan hasilnya bagus. Tapi kalau masyarakatnya tidak sabar dan malah mau melawan saat diatur, yang rugi kita semua,” tutur Acil sembari menyeka keringat.