
MURATARA- 14 September 2015 – Basi. Itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan proyek pembangunan lapangan futsal di Desa Sungai Baung, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Belum genap satu tahun diresmikan, lapangan yang konon menelan anggaran hingga Rp 200 juta ini sudah terlihat seperti sisa-sisa kegagalan.
Proyek yang dibangun tahun lalu dan baru diresmikan Desember lalu ini, kini menampilkan wajah aslinya: sebuah bukti nyata betapa rapuhnya akuntabilitas pemerintah desa. Alih-alih menjadi aset kebanggaan, lapangan di Dusun 7 Desa Sungai Baung ini justru menjadi monumen kegagalan yang memalukan. Permukaan lapangannya retak, pecah, dan hancur di sana-sini. Uang rakyat yang digelontorkan seolah menguap, terbuang percuma hanya untuk sebuah bangunan yang bahkan tidak bisa bertahan satu musim.
Warga setempat, yang seharusnya menjadi penerima manfaat, kini hanya bisa menelan pil pahit. Mereka dipaksa bungkam oleh rasa takut. “Kalau masyarakat bersuara sedikit langsung di-mov-nya,” ujar seorang warga, menggambarkan betapa intimidatifnya suasana di sana. Ketakutan ini adalah pertanda jelas bahwa ada sesuatu yang busuk dalam tata kelola desa, di mana kritik dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai masukan.
Kerusakan ini bukan sekadar cacat fisik, melainkan cermin dari bobroknya sistem pengawasan dan transparansi. Anggaran ratusan juta yang seharusnya membangun fasilitas layak justru menghasilkan sebuah proyek yang tak ubahnya main-main. Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang meraup untung dari proyek bodong ini? Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung di udara, menuntut jawaban dari pemerintah desa dan pihak-pihak terkait.
Masyarakat Muratara berhak mendapatkan pertanggungjawaban. Mereka berhak menuntut kejujuran dari para pemimpinnya, bukan hanya janji-janji kosong dan bangunan yang cepat hancur. Kasus lapangan futsal ini harus menjadi alarm keras bagi aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan membongkar dugaan korupsi yang tercium busuk di balik proyek ini. Jangan biarkan uang rakyat terus-menerus menjadi bancakan segelintir oknum.
Publisher -Red