
JAKARTA, CN-30 Mei 2025– Ketua Tim Kuasa Hukum KOPPSA-M, Armilis Ramaini, S.H., melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (29/5). Pelaporan ini menyusul putusan PN Bangkinang yang mengabulkan gugatan PTPN IV terkait klaim dana talangan sebesar Rp140 miliar dan perintah sita jaminan terhadap tanah anggota KOPPSA-M di Pangkalan Baru.
Armilis menegaskan bahwa lembaga peradilan harus steril dari hakim yang tidak berintegritas dan berpotensi melakukan penyimpangan. “Kami meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk menindak tegas perilaku hakim yang tidak berintegritas di tanah air,” ujarnya kepada awak media di Jakarta.
Putusan PN Bangkinang yang diumumkan pada Rabu (28/5) lalu, dinilai Armilis sangat jauh dari rasa keadilan. Ia menyoroti beberapa kejanggalan, salah satunya perintah pembayaran dana talangan yang juga dibebankan kepada anggota koperasi yang telah meninggal dunia.
“Putusan ini tidak hanya membuat petani merasa tertindas, tetapi juga aneh. Ini sebabnya kami melaporkan majelis hakim ke Bawas MA dan KY. Kami tidak ingin masyarakat pencari keadilan menjadi korban dari hakim bermental korup,” tegas Armilis.
Menurut Armilis, tim kuasa hukum KOPPSA-M telah memprediksi putusan yang memenangkan PTPN IV ini jauh sebelum vonis dibacakan. Ia menyebutkan bahwa selama proses persidangan, keberpihakan majelis hakim kepada penggugat sangat kentara.
“Tidak mungkin proses persidangan yang berpihak akan melahirkan putusan yang adil. Itu adalah respons pertama kami terhadap putusan tersebut,” katanya.
Armilis menyatakan bahwa meskipun pihaknya wajib menghormati putusan pengadilan, perilaku hakim yang tidak adil harus dilawan. “Sikap otoriter dan berat sebelah inilah yang selalu dipertontonkan majelis, baik saat sidang lapangan maupun pemeriksaan saksi-saksi,” imbuhnya.
Armilis juga menyoroti pembatasan hak-hak tergugat selama persidangan, termasuk pembatasan kesempatan bersaksi bagi saksi-saksi. “Sangat kentara sikap majelis hakim yang tidak memberi kesempatan kepada saksi-saksi yang diduga akan memperlemah argumen PTPN selaku penggugat,” ujarnya.
Ia menambahkan, meski Pengadilan Tinggi Riau sempat turun memantau persidangan, pengawasan tersebut hanya terjadi di penghujung proses dan hanya efektif selama dua kali sidang.
Yang lebih parah, kata Armilis, majelis hakim dinilai tidak menghargai keterangan saksi ahli, baik dari Kementerian terkait koperasi maupun dari kalangan akademisi. Pengabaian ini, menurutnya, membuat majelis hakim tampak kurang cermat dalam memutus perkara.
“Bagaimana mungkin aset yang bukan merupakan jaminan utang dijatuhkan sita jaminan? Tanah masyarakat itu dijaminkan untuk kredit di Bank Mandiri, bukan sebagai jaminan untuk dana talangan yang diklaim PTPN. Hakim salah kaprah di sini, dan ini bertentangan dengan keterangan saksi ahli,” jelas Armilis.
Armilis menyimpulkan bahwa sejak awal persidangan, pihaknya sudah mendeteksi sikap hakim yang hanya mempertimbangkan dalil-dalil dari pihak PTPN. “Sementara itu, majelis hakim sangat sengit, bahkan terkesan intimidatif ketika mendebat saksi-saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Koperasi dan Masyarakat,” katanya.
Meskipun tetap menghormati putusan pengadilan, Armilis menegaskan bahwa pihaknya akan menempuh upaya hukum banding. “Soal kalah-menang, itu sudah aturan persidangan. Tetapi perilaku hakim yang mengorbankan hak-hak keadilan masyarakat dan mengabaikan integritas, mesti diberantas,” pungkasnya.*(Red)