BATAM, 14 November 2025 – Perkumpulan Gerak Garuda Nusantara (Gegana) merilis hasil riset terbatas yang mengklaim adanya pengalihan keuntungan masif dari peredaran rokok ilegal di Batam untuk mendanai penguasaan lahan berskala besar. Gegana menuduh dana ilegal ini juga dimanfaatkan untuk upaya “penutupan celah hukum” terkait kasus properti, termasuk perobohan bekas Hotel Purajaya.
Organisasi tersebut juga menyoroti maraknya peredaran rokok tanpa pita cukai dari merek-merek populer, seperti T3, OFO, dan HD. Gegana memperkirakan potensi kerugian negara dari pengemplangan pajak ini mencapai Rp9,3 miliar dalam sebulan.
Menurut riset Gegana, keuntungan fantastis dari bisnis ilegal ini diduga kuat dialirkan oleh sebuah konsorsium yang dipimpin oleh Asri alias Akim. Konsorsium ini dituduh telah berhasil menguasai ribuan hektar lahan di Batam, sebuah operasi yang ditaksir memerlukan dana sangat besar.
“Kami menemukan, konsorsium yang dipimpin Asri alias Akim memerlukan dana yang cukup besar untuk menguasai ribuan hektar di Batam. Dana itu, diduga kuat, digunakan untuk menutup segala celah hukum yang akan menyeret konsorsium masuk ke jeratan hukum,” ujar Erwin Sipahutan, seorang pengurus Gegana, kepada wartawan di Batam (14/11).
Erwin menjelaskan bahwa temuan mereka bersumber dari riset mendalam terhadap pemberitaan media nasional dan lokal, serta observasi di lapangan.
Gegana melakukan perhitungan berdasarkan laporan media, termasuk data penyitaan yang dirilis oleh harian Kompas. Organisasi ini mengklaim bahwa aliran uang harian dari rokok ilegal yang terafiliasi dengan Pasifik Group/Akim bisa mencapai Rp312,5 juta per hari.
Berdasarkan data penyitaan dan observasi lapangan, Gegana mengestimasi nilai peredaran rokok ilegal di Batam mencapai rata-rata sekitar Rp1,16 miliar per hari.
“Data ini masih bersifat sementara, karena apa yang diungkap secara resmi masih jauh di bawah jumlah sebenarnya,” tegas Erwin, menyoroti bahwa konsorsium di bawah Akim disimpulkan menguasai peredaran rokok ilegal terbesar di Batam.
Kritik pedas diarahkan pada instansi pengawasan. Gegana secara terbuka menyatakan bahwa Bea Cukai “dapat disebut berada di belakang” peredaran rokok ilegal yang kini telah menjangkau konsumen di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Tuduhan ini diperkuat dengan dugaan sulitnya menjelaskan peredaran rokok ilegal dalam skala besar tanpa keterlibatan oknum pejabat. Nama Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai Batam, Zaki Firmansyah, turut disinggung dalam konteks pengawasan.
Meskipun demikian, naskah ini mencatat bahwa Bea Cukai Batam telah melakukan penindakan. Data menunjukkan, dari Januari hingga April 2025, Bea Cukai Batam menggagalkan peredaran rokok dan minuman ilegal senilai total Rp37,5 miliar. Secara terpisah, TNI AL dan Bea Cukai juga pernah menyita jutaan batang rokok ilegal senilai miliaran rupiah.
Namun, Gegana menilai angka-angka penyitaan tersebut hanyalah ‘puncak gunung es’. Mereka berargumen bahwa operasi penindakan yang dilakukan tidak mencakup keseluruhan peredaran ilegal, dan banyak rokok gelap yang lolos dari razia.
Publik dan aktivis, sejalan dengan temuan Gegana, menuntut agar aparat penegak hukum (Polisi, Bea Cukai, dan lembaga pidana ekonomi) segera menelusuri aliran dana ini dengan serius. Tuntutan utama adalah melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap Konsorsium Pasifik terkait aktivitas rokok ilegal serta dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melalui penguasaan properti dan lahan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Konsorsium Akim/Pasifik Group dan Bea Cukai Batam belum berhasil dihubungi untuk dimintai klarifikasi dan tanggapan resmi terkait tuduhan dan klaim dari Gegana.
Publisher -Red
Reporter CN -Ddk
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










