Batam, 6 Desember 2025– Gerakan investigasi independen di Batam kembali dijerat upaya kriminalisasi. Konten kreator Ferry Kesuma, yang konsisten membongkar dugaan skandal penguasaan aset negara dan praktik bisnis mencurigakan, kini menjadi target bidik. Ia menjalani pemeriksaan maraton di Polda Kepulauan Riau pada Jumat, 4 Desember 2025, setelah dilaporkan oleh raksasa properti PT Pasific Propertindo Perkasa.
Laporan ini yang disebut-sebut sebagai manuver hukum untuk membungkam datang setelah Ferry menayangkan serangkaian video investigatif di YouTube dan TikTok. Video-video tersebut menelanjangi aktivitas perusahaan, mulai dari dugaan penguasaan liar lebih dari 4.000 meter lahan milik Badan Pengusahaan (BP) Batam hingga keterlibatan komisaris dalam kasus perobohan properti komersial yang belum tuntas.
“Ini bukan sekadar laporan pencemaran nama baik biasa. Ini adalah sinyal kuat bahwa kepentingan ekonomi besar di Batam merasa sangat terusik oleh transparansi. Pertanyaannya, mengapa mereka memilih langkah hukum represif alih-alih memberikan klarifikasi yang faktual?”
Pemeriksaan terhadap Ferry berlangsung sejak pukul 10.00 pagi hingga menjelang sore, berpusat pada dua isu krusial yang ia bongkar:
– Skandal Lahan Negara: Ferry menyoroti pemanfaatan lahan BP Batam seluas lebih dari 4.000 m^2 yang kini dialihfungsikan sebagai lokasi penampungan sampah sementara oleh PT Pasific Propertindo Perkasa. Ia mempertanyakan dasar hukum penguasaan aset vital negara tersebut, serta menelanjangi kealpaan pengawasan oleh otoritas terkait.
– Kasus Hotel Purajaya: Ia juga kembali mengangkat dugaan keterlibatan Bobby Jayanto, Komisaris perusahaan, dalam misteri perobohan Hotel Purajaya pada 2023—sebuah kasus yang hingga kini masih menguap di meja aparat penegak hukum.
Pihak perusahaan bersikukuh bahwa konten Ferry “mencoreng reputasi,” namun ironisnya, mereka memilih bungkam seribu bahasa saat dimintai konfirmasi mengenai substansi dugaan yang diangkat Ferry.
Laju proses hukum yang kilat terhadap Ferry menuai kritik pedas. Datok Rury Afriansyah dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, yang juga pengelola Hotel Purajaya, menilai langkah Polda Kepri terlalu terburu-buru dan sarat dugaan pembungkaman (SLAPP).
“Hukum seolah dijadikan alat pemukul. Harusnya ada klarifikasi dulu, ada ruang mediasi. Bukan langsung masuk tahap penyidikan,” kritik Rury dengan nada keras.
Menurut Rury, Ferry Kesuma adalah ‘suara kesepian’ yang berani menyentuh isu-isu tabu di Batam, mulai dari impor dan rokok ilegal hingga penguasaan aset negara yang mencurigakan. “Jika suara kontrol sosial seberani ini dibungkam, apa bedanya Batam dengan zona bisnis tanpa pengawasan? Integritas institusi penegak hukum dipertaruhkan di sini,” tegasnya.
Hingga laporan ini disusun, PT Pasific Propertindo Perkasa memilih untuk tidak mengeluarkan satu pun pernyataan resmi. Tidak ada penjelasan spesifik mengenai konten mana yang dianggap mencemarkan, atau bagian mana dari dugaan penguasaan lahan negara yang mereka sangkal.
Di sisi lain, Polda Kepri juga bergeming. Status hukum Ferry apakah ia hanya dipanggil untuk klarifikasi atau sudah masuk tahap penyidikan penuh masih menjadi misteri yang disengaja.
Kekompakan diam dari perusahaan pelapor dan institusi penegak hukum ini tidak hanya menimbulkan spekulasi, tetapi justru mempertebal kecurigaan publik bahwa laporan ini adalah pesanan atau manuver terencana untuk meredam kegaduhan yang diciptakan oleh fakta-fakta lapangan. Pola kriminalisasi menggunakan UU ITE terhadap kritik berbasis data lapangan bukanlah hal baru, dan kasus Ferry menjadi babak terbaru yang memalukan dalam daftar panjang pembungkaman kebebasan berekspresi di Indonesia.
Usai menjalani pemeriksaan, Ferry Kesuma menunjukkan sikap yang tidak gentar. “Yang saya sampaikan adalah informasi yang saya gali sendiri di lapangan. Saya percaya kebenaran tidak akan pernah salah,” ujarnya singkat.
Kasus ini kini menjadi ujian nyata bagi institusi Polri, khususnya Polda Kepri. Apakah mereka akan bertindak transparan, profesional, dan berpihak pada kepentingan publik, atau justru membiarkan kasus ini menjadi preseden buruk yang melegitimasi upaya pembungkaman kritik dengan dalih hukum.
Publik menuntut jawaban: Apakah ini murni delik aduan, atau operasi terstruktur untuk melindungi kepentingan mafia yang terusik oleh cahaya kebenaran? (D2k)
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










