
TANGERANG, 18 Agustus 2025— Bantahan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang mengenai isu “proyek hantu” PSEL (Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik) mendapat tanggapan keras dari masyarakat. Seorang aktivis dan pakar hukum, Kapreyani, S.P., S.H., M.H., mempertanyakan transparansi Pemkot terkait mangkraknya proyek strategis nasional tersebut.
Menurut Kapreyani, pernyataan Pemkot yang menyebut tambahan anggaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah sesuai mekanisme terkesan hambar. “Publik tidak hanya butuh penjelasan bahwa anggaran ‘sesuai mekanisme’, tetapi juga bukti konkret bahwa setiap rupiahnya benar-benar sampai ke tujuan,” tegasnya.
Kapreyani menyoroti status proyek PSEL yang diklaim Pemkot “bukan fiktif” karena terikat kontrak. Namun, di saat yang sama, Pemkot mengakui proyek tersebut “belum berjalan optimal” dan “belum menyerap anggaran pemda”.
“Ini adalah ironi terbesar,” ujar Kapreyani. Ia menyebut proyek yang seharusnya menjadi solusi ini justru menjadi “hantu” karena nyaris tanpa progres. “Pengakuan bahwa ‘Oligo sampai saat ini masih belum menunaikan kewajibannya’ adalah pengakuan yang patut digarisbawahi,” tambahnya.
Kapreyani mempertanyakan mengapa Pemkot tidak mengambil langkah hukum terhadap pihak yang dinilai lalai. Ia juga mengkritik Pemkot yang seolah-olah mengalihkan fokus pada program-program skala kecil, seperti “teknologi RDF” dan “sedekah sampah”. “Ini seolah-olah ingin menutupi kegagalan dalam proyek besar ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kapreyani menyoroti bahaya narasi Pemkot yang menyebut kasus hukum pejabat sebelumnya sebagai “administrasi” dan bukan “korupsi”.
“Pernyataan ini sangat berbahaya karena seolah mengesankan bahwa pelanggaran administrasi tidak memiliki konsekuensi serius, padahal seringkali pelanggaran administrasi adalah pintu gerbang menuju korupsi,” ungkapnya.
Kapreyani juga mengkritik imbauan Pemkot agar masyarakat dan media menggunakan “kanal resmi” untuk klarifikasi. “Upaya untuk membatasi kritik ke dalam ‘kanal resmi’ justru akan membangkitkan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan,” imbuhnya, seraya menegaskan bahwa di era informasi bebas, upaya mengendalikan narasi justru akan membalikkan arah jarum jam.
Sebagai penutup, Kapreyani mengajak seluruh aktivis dan masyarakat untuk tidak berhenti memantau kasus ini. “Slogan ‘Kota Tangerang yang Berakhlak Mulia’ kini dipertaruhkan, bukan hanya oleh dugaan skandal, melainkan juga oleh transparansi dan akuntabilitas yang diuji di hadapan publik,” pungkasnya.
Publisher -Red