
SEMARANG, 7 Oktober 2025 – Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menuai kritik keras dari masyarakat dan aktivis setelah komentarnya mengenai insiden keracunan massal yang menimpa hampir 2.700 pelajar penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) di 15 wilayah, dinilai minim empati dan tidak etis.
Pernyataan tersebut disampaikan Luthfi saat mengevaluasi program MBG di GOR Jatidiri, Semarang, pada Senin (6/10/2025).
Analogi Makanan Ringan dan Permintaan Agar ‘Tidak Dibesar-besarkan’ Kontroversi bermula ketika Gubernur Luthfi mencoba menjelaskan salah satu faktor penyebab keracunan, yang ia sebut sebagai ketidakcocokan perut anak-anak terhadap menu baru.
“Sing biasane makan Indomie dikasih spageti ora cocok wetenge (yang biasanya makan Indomie diberi spageti, tidak cocok di perutnya) jadi penyakit,” ujar Luthfi.
Selain itu, ia juga meminta insiden tersebut tidak dibesar-besarkan dengan alasan gejala yang dialami siswa umumnya ringan. “Kadang ada yang perutnya kaget, diare, itu hal biasa. Jadi jangan dibesar-besarkan, nanti malah bikin orang takut,” tambahnya.
Komentar yang terkesan santai dan mencoba meremehkan isu kesehatan massal ini segera memicu reaksi negatif publik.
Aktivis Sebut Pernyataan Gubernur ‘Tidak Pantas’ dan ‘Tidak Peka’
Menanggapi pernyataan tersebut, Sujud Sugiarto, seorang aktivis asal Kebumen, melayangkan kritik keras. Menurutnya, kasus keracunan yang melibatkan ribuan anak sekolah seharusnya ditanggapi dengan keseriusan dan tanggung jawab penuh.
“Ini masalah nyawa dan kesehatan anak-anak, bukan masalah selera makan. Pernyataan ini menunjukkan kurangnya empati seorang kepala daerah dalam krisis publik,” kata Sujud.
Sujud bahkan mempertanyakan kapasitas kepemimpinan Luthfi secara tegas.
“Sangat tidak pantas diucapkan oleh pemimpin ketika ada pihak-pihak yang sedang berjuang untuk tetap bisa hidup dan bisa sehat kembali akibat keracunan di beberapa sekolah di Jawa Tengah,” kata Sujud Sugiarto.
“Itu menunjukkan bahwa Ahmad Luthfi sangat tidak pantas menjadi pemimpin… Tidak punya kepekaan sosial, tidak punya kepekaan konstitusi.”
Gubernur Akui Akar Masalah Serius: Higienitas dan SDM
Meskipun pernyataan analoginya menuai polemik, Gubernur Luthfi dalam kesempatan yang sama juga mengakui adanya masalah serius dalam implementasi program MBG di lapangan.
Ia mengidentifikasi faktor utama keracunan adalah lemahnya higienitas dan sanitasi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), termasuk:
– Wadah makanan (ompreng) yang tidak bersih dan menjadi sumber penyakit.
– Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang profesional dalam penanganan, pengolahan, dan penyimpanan makanan.
Tindak Lanjut: Perintah Perbaikan Menyeluruh
Menanggapi krisis ini, Gubernur Luthfi menegaskan bahwa program MBG harus dilanjutkan, tetapi dengan perbaikan drastis dan evaluasi menyeluruh. Ia telah menginstruksikan seluruh SPPG di 15 kabupaten/kota untuk segera meningkatkan standar kebersihan dan memastikan kualitas SDM yang terlibat dalam proses penyediaan makanan.
Kasus ini kini menyoroti tantangan komunikasi kepala daerah di tengah krisis, di mana upaya penyampaian pesan yang mudah dicerna harus tetap mengedepankan empati dan keseriusan dalam menanggapi masalah kesehatan publik.
Publisher -Red
Reporter CN -Waluyo