ACEH SINGKIL, – Drama persidangan kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Yakarim Munir di Pengadilan Negeri Aceh Singkil kian memanas dan memantik sorotan tajam publik. Sidang yang dijadwalkan mendengarkan keterangan saksi pelapor pada Rabu (24/10/2025) untuk kedua kalinya terpaksa ditunda karena para saksi kunci dari pihak PT. Delima Makmur kembali mangkir tanpa keterangan yang jelas.
Penundaan berulang ini sontak memicu kritik keras dari tim kuasa hukum terdakwa, yang menuding aparat penegak hukum (APH) tidak tegas, bahkan mengindikasikan adanya perlakuan tidak adil dalam proses peradilan.
Kuasa hukum terdakwa, Dodi Chandra, S.H., M.H., tak menahan diri melontarkan kecaman pedas di hadapan Majelis Hakim dan masyarakat yang memadati ruang sidang. Ia menegaskan, penundaan kali ini bukan lagi sekadar kelalaian prosedur, melainkan mempertontonkan “ketidakberanian dan ketidaktegasan” aparat dalam menjamin hak terdakwa.
“Sudah dua kali persidangan, saksi-saksi dari PT. Delima Makmur, yakni Breadley Alexander, Ir. Supriadi, dan Ulim, tak kunjung hadir. Padahal, Majelis Hakim minggu lalu (21/10/2025) sudah memberi penegasan bahwa ini adalah kesempatan terakhir bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan mereka. Namun faktanya? Sidang ditunda lagi!” tegas Dodi dengan nada tinggi.
Menurut Dodi, sikap mangkirnya saksi pelapor telah secara nyata merugikan hak asasi terdakwa yang hingga kini harus mendekam di tahanan tanpa adanya kejelasan pembuktian.
“Waktu sudah lebih dari cukup! Dua kali sidang tanpa saksi pelapor itu bukan hal sepele. Jika JPU memang tidak mampu menghadirkan saksi yang menjadi dasar penuntutan, maka jangan paksakan menahan orang! Ini bukan lagi keadilan, ini adalah penzaliman dan pelanggaran HAM,” lantang Dodi di luar ruang sidang, memantik respons massa.
Hal yang paling disorot dan disesalkan kuasa hukum adalah keputusan Majelis Hakim yang, alih-alih mengambil langkah tegas terhadap ketidakhadiran saksi, justru kembali memberikan kelonggaran waktu tambahan kepada JPU untuk menghadirkan saksi pada sidang pekan depan.
“Kami sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Pertanyaan kami, jika saksi terus mangkir dan penahanan terhadap Yakarim tetap dipertahankan, di mana letak muruah dan keadilan itu sendiri? Ini bukan sekadar perkara di atas meja, ini tentang nasib manusia!” ujar Dodi Chandra.
Ketidaktegasan APH ini menyulut kemarahan publik Aceh Singkil. Masyarakat menilai penegakan hukum di daerah ini mulai kehilangan arah, di mana “hukum seolah dipermainkan dan keadilan dipaksa bungkam.”
Seorang warga, Masriani, menyuarakan kegeramannya, “Keadilan tidak boleh dipermainkan. Kalau saksi yang melaporkan saja tidak bisa hadir membuktikan laporannya, mengapa terdakwa harus terus ditahan?”
Sementara itu, warga lain, Yusnidar, mengindikasikan adanya kejanggalan sistematis: “Ini seperti menggambarkan situasi di mana penegakan keadilan dihalang-halangi, disembunyikan, atau dipaksa untuk diam. Apakah ini jenis hukum di Aceh Singkil, di mana kekuatan dan kekuasaan tertentu sedang mengintervensi proses hukum?”
Senada dengan tuntutan kuasa hukum, Ketua FUI (Forum Umat Islam) Aceh Singkil tegas mendesak Majelis Hakim untuk bertindak adil. “Kalau saksi pelapor dari PT Delima Makmur tidak hadir terus, kami meminta Majelis Hakim bebaskan Yakarim Munir demi hukum!” tegasnya.
Kini, semua mata tertuju pada Majelis Hakim dan JPU. Mereka berada di bawah tekanan moral dan publik untuk segera bertindak tegas dan transparan. Kejadian ini dinilai sebagai ujian terberat dalam menjaga kepercayaan publik terhadap wajah penegakan hukum di Aceh Singkil. “Jangan sampai masyarakat tidak percaya dan tidak simpatik terhadap penegak hukum karena mempertontonkan ketidakberdayaan di hadapan sebuah korporasi,” tutup Dodi.
Jurnalis telah berupaya menghubungi Jaksa Penuntut Umum dan perwakilan PT. Delima Makmur, namun hingga berita ini diturunkan, belum mendapatkan respons resmi terkait alasan mangkirnya saksi pelapor.
Publisher -Red
Reporter CN -Amri





