
Gresik,12 Agustus 2025– Sebuah papan proyek di Desa Bolo, Ujungpangkah, Gresik, memancing gelak tawa sinis publik dan air mata logika konstruksi. Proyek “Pembangunan Gedung Serba Guna” ini mencantumkan anggaran fantastis: Rp 95 juta untuk bangunan seluas 1.000 meter persegi. Data ini memicu pertanyaan serius: apakah ini bentuk pembangunan yang ambisius atau sebuah lelucon publik yang memalukan?
Papan proyek mencatat, pembangunan ini menggunakan Dana Bantuan Khusus (BK) Kabupaten Tahun Anggaran 2025 dan dilaksanakan oleh TPK Desa Bolo. Namun, angka-angka yang tertera justru menjadi bumerang. Jika merujuk pada Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Gresik 2025, biaya pembangunan gedung sederhana per meternya berkisar Rp 3,5 – Rp 4 juta. Itu artinya, untuk gedung 1.000 meter persegi, estimasi biaya wajarnya mencapai Rp 3,5 miliar.
Hitungan sederhana pun menunjukkan kejanggalan yang tak termaafkan. Dengan anggaran Rp 95 juta, biaya per meternya hanya Rp 95 ribu. Angka ini bukan hanya tidak masuk akal, tetapi juga menghina nalar. Jangankan untuk membangun gedung, uang sebesar itu bahkan tidak cukup untuk membeli material pondasi, apalagi keseluruhan struktur.
Keterbukaan Informasi yang Memble
Masyarakat berhak tahu. Namun, saat tim jurnalis mencoba mengonfirmasi ke Balai Desa Bolo, yang ditemukan hanyalah ketidakjelasan. Seorang Kasi Pelayanan mengaku tidak tahu-menahu tentang detail proyek, termasuk asal-usul pondasi yang digunakan. Jawaban nihil ini mengundang kecurigaan. Apakah ini memang ketidaktahuan, atau sengaja diciptakan untuk menutupi sesuatu?
Ketertutupan informasi semacam ini bukan sekadar masalah etika, melainkan pelanggaran serius terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dana BK adalah uang rakyat, dan setiap rupiahnya wajib dipertanggungjawabkan secara transparan.
Kondisi ini menimbulkan spekulasi. Apakah proyek ini benar-benar pembangunan gedung baru, atau hanya “perbaikan ringan” yang dibungkus dengan narasi “pembangunan” demi melancarkan pencairan dana?
Desakan Audit dan Sanksi Hukum
Situasi ini mendesak Inspektorat Kabupaten Gresik, BPK, dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Audit teknis dan audit anggaran harus segera dilakukan untuk membongkar kejanggalan ini hingga ke akar-akarnya.
Jika terbukti ada rekayasa, maka ini bukan lagi sekadar masalah administrasi, melainkan indikasi kuat adanya mark-up, penyalahgunaan wewenang, dan penyelewengan anggaran. Proyek ini bisa jadi hanyalah puncak gunung es dari masalah tata kelola anggaran publik yang lebih besar. Warga Gresik dan publik secara umum menuntut kejelasan dan pertanggungjawaban, bukan tontonan komedi anggaran yang menghina akal sehat.
Publisher -Red