
Pontianak, Kalbar – 10 Juni 2025 – Sekretariat Bersama (Sekber) LSM dan Aktivis Kalimantan Barat (Kalbar) mendesak Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar) untuk segera mengusut tuntas dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) oleh salah satu media daring. Berita tersebut menyebutkan seorang wartawan menerima suap senilai Rp5 miliar, bahkan mencatut nama Polda Kalbar seolah-olah institusi kepolisian itu sudah menangani kasus ini.
“Ini sudah masuk ranah pidana. Jika benar Polda belum pernah mengeluarkan pernyataan resmi, maka ini bentuk keterangan palsu yang disebarkan ke publik. Bisa dijerat dengan Pasal 242 KUHP dan UU ITE,” ujar salah satu perwakilan Sekber dalam keterangan resminya, Minggu (9/6).
Narasi yang beredar menyebutkan seorang wartawan diduga memeras seorang pengusaha lokal, dan Polda Kalbar disebut telah “digerakkan” untuk menangani kasus tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari Polda Kalbar mengenai adanya laporan atau penyelidikan terkait hal ini.
Pasal 242 KUHP menegaskan bahwa siapa pun yang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, baik lisan maupun tertulis, dapat diancam hukuman penjara hingga 7 tahun. Jika keterangan tersebut menyebabkan kerugian pihak lain, ancaman hukuman dapat meningkat hingga 9 tahun.
Selain itu, penyebaran informasi bohong di ruang digital juga dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” Pelanggar pasal ini diancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
“Media tidak bisa sebebas-bebasnya menyebarkan narasi tanpa dasar, terlebih jika mencatut nama institusi penegak hukum tanpa konfirmasi. Ini mencederai prinsip jurnalistik dan bisa merusak kepercayaan publik,” lanjut pernyataan Sekber.
Sekber juga mendesak media bersangkutan untuk segera memberikan klarifikasi publik terkait dasar pemberitaan tersebut. Mereka mempertanyakan apakah benar ada laporan resmi ke kepolisian, apakah benar ada penyebutan nominal Rp5 miliar dalam konteks pemerasan, atau apakah ini hanya narasi sepihak tanpa verifikasi.
“Jika tidak ada dasar yang kuat, maka pemberitaan ini bisa dianggap fitnah. Kami mendorong Dewan Pers atau lembaga pengawas pers untuk melakukan investigasi independen. Jika ditemukan pelanggaran etika jurnalistik, media tersebut harus dikenai sanksi administratif bahkan bisa diproses secara pidana,” tambah Sekber.
Yayat Darmawi, S.E., S.H., M.H., Ketua DPD YLBH LMRRI Provinsi Kalimantan Barat, turut menyayangkan beredarnya pemberitaan yang menyebut adanya permintaan uang senilai Rp5 miliar oleh seorang wartawan, tanpa sumber yang jelas dan ditulis oleh pihak yang tidak diketahui identitasnya.
“Ini membuat rekan-rekan wartawan di Kalbar marah. Saya minta Humas Polda segera mengusut tuntas maksud dari pemberitaan tersebut,” ujarnya.
Menurut Yayat, setiap produk jurnalistik harus faktual dan bersumber jelas, sesuai dengan ketentuan UU Pers. Berita bukanlah hasil luapan emosi atau kebencian personal. Yayat juga menekankan perlunya kejelasan identitas dari pihak-pihak yang disebut dalam berita, baik oknum wartawan maupun pengusaha, serta motif dan konteks dari permintaan uang yang disebutkan.
Senada, Hadysa Prana, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Rangkulan Jajaran Wartawan dan Lembaga Indonesia (DPP RAJAWALI), mengingatkan agar media tetap bekerja untuk kepentingan publik. “Media harus netral dan menjaga independensinya. Jangan sampai diperalat oleh oknum tertentu demi keuntungan pribadi,” tegasnya.
Sekber mengingatkan masyarakat agar tetap kritis dalam menerima informasi. “Publik memang berhak tahu, tapi yang disampaikan harus berdasarkan fakta. Bukan opini sepihak yang dikemas seolah-olah sebagai fakta, apalagi sampai menyeret institusi tanpa dasar.”
Sekber menekankan pentingnya klarifikasi terbuka dari Polda Kalbar dan penegakan hukum terhadap penyebar hoaks demi menjaga wibawa institusi serta mencegah penyalahgunaan kebebasan pers.
Publisher -Red
Sumber informasi: Divisi Humas SEKBER