
KEBUMEN, 28 Juli 2025 – SN (21), seorang perempuan muda asal Pejagoan, Kebumen, kini menghadapi beban sosial yang berat akibat dugaan pencemaran nama baik dan teror tanpa henti. Ia dituduh secara sepihak mencuri uang Rp 2,9 juta oleh seorang penjual miras berinisial Supar, dari Sruweng. Bukannya mendapat keadilan, SN justru menjadi korban kampanye fitnah brutal yang menyeretnya ke dalam jurang isolasi dan ketidakpastian.
Insiden ini bermula pada 29 Juni lalu, ketika SN bertemu Supar di Indomaret Sruweng, kemudian berlanjut ke sebuah hotel di Karanganyar. SN dengan tegas membantah tuduhan tak berdasar tersebut. “Saya sama sekali tidak menyentuh uangnya, apalagi mencuri. Tuduhan ini sama sekali tidak masuk akal dan hanya upaya Supar untuk mengkambinghitamkan saya,” tegas SN, menanggapi klaim Supar mengenai kehilangan uang senilai jutaan rupiah beberapa jam setelah mereka berpisah.
Upaya mediasi di Polsek Pejagoan pada 5 Juli lalu berakhir buntu. Supar bersikukuh dengan tuduhannya tanpa bukti konkret, sementara SN terus membantah. “Mediasi itu buntu karena Supar hanya ingin saya mengakui sesuatu yang tidak saya lakukan,” jelas SN.
Yang lebih memprihatinkan, setelah “pelaporan” Supar ke Polsek Karanganyar yang tidak jelas juntrungannya, Supar justru memilih jalur gelap: teror psikologis dan persekusi digital. “Alih-alih menunggu proses hukum, Supar justru terus-menerus meneror saya melalui pesan singkat dan telepon. Dia bahkan tak ragu menyebarkan kebohongan bahwa saya adalah pencuri di kalangan kerabat dan tetangga,” ungkap SN dengan nada getir.
Puncaknya, Supar nekat melancarkan serangan personal dengan memposting foto dan video pribadi SN di media sosial. Tindakan ini bukan hanya pelanggaran privasi berat, tetapi juga bentuk teror digital yang secara langsung menghancurkan reputasi SN di mata keluarga dan masyarakat luas.
“Postingan itu membuat semua keluarga dan tetangga tahu, bahkan menganggap saya benar-benar pencuri. Ini penghinaan luar biasa! Nama baik saya diinjak-injak,” keluh SN. Tekanan yang tak tertahankan ini bahkan membuat SN sempat berpikir untuk mengembalikan uang yang bukan haknya, hanya demi menghentikan teror Supar – sebuah niatan yang ditolak mentah-mentah oleh si penuduh.
“Sampai detik ini, saya merasa cacat sosial dan malu untuk keluar rumah. Hidup saya hancur karena fitnah keji ini,” ujar SN, matanya nanar.
Seruan untuk Keadilan dan Perlindungan Hukum
Kasus SN bukan sekadar masalah perdata, melainkan cerminan kelam lemahnya perlindungan hukum terhadap korban fitnah dan teror digital. Pihak kepolisian dituntut untuk tidak hanya menunggu laporan, tetapi bertindak proaktif mengusut tuntas dugaan pencemaran nama baik dan ancaman yang dialami SN. Tindakan Supar yang menyebarkan fitnah dan data pribadi di media sosial adalah kejahatan siber serius yang harus dihentikan dan ditindak tegas.
Masyarakat juga diingatkan untuk tidak mudah termakan narasi sepihak dan lebih bijak dalam bermedia sosial. Kasus SN adalah peringatan keras tentang betapa mudahnya reputasi seseorang dihancurkan oleh jari-jari jahat dan mulut-mulut tak bertanggung jawab di era digital ini. Keadilan untuk SN adalah keadilan bagi setiap individu yang rentan menjadi korban fitnah dan teror.
Publisher -Red