BOGOR – 9 Desember 2025 – Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diterima Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tahun ini dipertanyakan maknanya setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat secara resmi membongkar skandal kelebihan pembayaran Bahan Bakar Minyak (BBM) Bio Solar di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor. Temuan ini mengakibatkan Kerugian Uang Tunai (Cash Loss) bagi daerah sebesar Rp1.955.449.004,00 (hampir dua miliar rupiah).
Lebih mencengangkan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang terbit pada 17 Mei 2024 menunjukkan bahwa Rp1.636.980.652,00 (lebih dari 80% dari total kerugian) hingga kini belum dikembalikan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Temuan ini bukan sekadar catatan administratif, melainkan bukti nyata kegagalan sistem pengawasan internal yang berujung pada penguasaan uang negara secara tidak sah.
Kerugian yang terjadi pada Tahun Anggaran 2023 ini menyingkap kelemahan mendasar dalam tata kelola keuangan DLH. BPK menemukan bahwa skandal ini dipicu oleh praktik pembelian BBM secara tunai (non-tunai) tanpa kontrol memadai, yang membuka celah lebar bagi manipulasi, pengadaan fiktif, dan mark-up belanja.
Rajawali News menilai, fakta ini membuktikan bahwa opini WTP yang selama ini diagung-agungkan Pemkot Bogor hanya berfokus pada penyajian laporan finansial, bukan menjamin pencegahan korupsi dan kebocoran anggaran. “Rajawali News turut ambil bagian dalam pemberantasan korupsi, seperti halnya temuan BPK RI. Adanya disparitas ekstrim dalam alokasi anggaran dan rasio belanja yang tidak seimbang ini harus diusut tuntas,” ujar Ali Sofian.
Sorotan tajam diarahkan kepada Kepala DLH, para Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK), dan Bendahara Pembantu DLH Kota Bogor sebagai pihak yang terlibat langsung. Namun, kritik pedas juga dialamatkan kepada Wali Kota Bogor selaku penanggung jawab tertinggi tata kelola keuangan daerah.
Kegagalan fatal ini adalah indikasi nyata Wali Kota gagal mengemban amanat reformasi birokrasi dan gagal menciptakan Sistem Pengendalian Internal (SPI) yang efektif. Kebocoran BBM ini terjadi di jantung dinas yang vital untuk pelayanan publik (pengangkutan sampah), menunjukkan bahwa efisiensi operasional dikesampingkan demi kelalaian yang terstruktur.
Jangka waktu yang panjang antara terjadinya kerugian (TA 2023) hingga penerbitan LHP (Mei 2024) dan belum tuntasnya pengembalian dana hingga kini, menunjukkan lambannya respons Pemda terhadap kerugian negara.
Selain skandal BBM, LHP BPK juga menyoroti kelemahan lain, yakni Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) perumahan yang belum memadai. Total 261 PSU perumahan belum diserahkan ke Pemkot. Ini mencerminkan kelalaian sistemik dalam penertiban aset, yang berpotensi menjadi kehilangan aset miliaran rupiah yang seharusnya menjadi milik publik.
Demi memulihkan kepercayaan publik dan menjaga uang rakyat, Rajawali News mendesak Wali Kota Bogor untuk:
– Pemulihan Kerugian: Segera memerintahkan pemulihan kerugian uang tunai (Cash Loss) sebesar Rp1,63 Miliar yang belum dikembalikan, tanpa tawar-menawar, dan mengenakan sanksi disiplin yang tegas sesuai peraturan perundang-undangan pada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat.
– Transformasi Sistem Belanja: Mentransformasi total sistem belanja operasional, khususnya BBM, menjadi sistem non-tunai yang berbasis fuel card atau sejenisnya, demi menutup celah manipulasi yang telah merugikan daerah.
– Audit Mendalam: Menginvestigasi lebih lanjut apakah kegagalan ini murni bersifat administratif atau terdapat unsur kesengajaan yang mengarah pada tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Tim Redaksi Prima
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










