
TANGERANG, 16 Oktober 2025 – Kota Tangerang saat ini menghadapi krisis pengelolaan lingkungan ganda. Di satu sisi, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing masih berada di bawah bayang-bayang sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena buruknya kinerja pengelolaan. Di sisi lain, proyek strategis Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) yang ditargetkan menjadi solusi permanen, dilaporkan tersendat dan belum menunjukkan hasil signifikan setelah perjanjian kerja sama berjalan lebih dari tiga tahun.
Fakta mengenai kedua isu krusial ini terungkap dalam surat klarifikasi resmi yang diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang bernomor B/1905/400.14.5.2/X/2025, tertanggal 8 Oktober 2025, yang ditujukan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lingkungan Nusantara (LPKL-Nusantara).
DLH Kota Tangerang mengonfirmasi bahwa pengelolaan sampah di TPA Rawa Kucing telah menerima sanksi dari KLHK. Sanksi ini mewajibkan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang untuk melakukan perbaikan kinerja secara intensif, yang pembiayaannya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di tengah kewajiban pembiayaan perbaikan TPA akibat sanksi tersebut, Pemkot Tangerang justru telah menaikkan tarif retribusi pelayanan sampah. Kenaikan tarif ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 10 Tahun 2023 yang diubah sebagian dengan Perda Nomor 1 Tahun 2025.
Pihak DLH menyatakan bahwa kenaikan retribusi tersebut tidak berhubungan langsung dengan sanksi KLHK. Mereka menargetkan perbaikan di TPA Rawa Kucing dapat tuntas dan sanksi dapat dicabut pada tahun 2026, dengan klaim progres pemenuhan kewajiban sudah mencapai 80 persen. Saat ini, TPA Rawa Kucing berada di bawah pengawasan rutin dari KLHK/BPLH.
Harapan Pemkot Tangerang untuk beralih dari metode penimbunan sampah konvensional ke teknologi PSEL terancam gagal tepat waktu. Kerja sama proyek PSEL untuk Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Pengolahan Sampah Terpadu Ramah Lingkungan dengan PT. Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) telah ditandatangani sejak 9 Maret 2022.
Proyek ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden RI Nomor 35 Tahun 2018 yang menunjuk Tangerang sebagai salah satu dari 12 kota pelaksana proyek PSEL. Meskipun skema pembiayaan sepenuhnya merupakan investasi murni PT. OISN dan Pemkot tidak mengeluarkan biaya di awal, DLH dalam surat klarifikasinya secara resmi menyatakan: “Sampai saat ini kinerja PT. OISN dalam pengolahan sampah belum terlihat secara signifikan.”
Keterlambatan parah yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun ini disebabkan oleh sejumlah kendala, antara lain:
Belum terpenuhinya syarat administrasi perizinan.
Masalah perencanaan teknis dan penyediaan lahan tambahan.
Kepastian pembiayaan proyek dan kendala dalam proses Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN terkait kesesuaian teknologi yang digunakan.
Klarifikasi ini menimbulkan pertanyaan tajam terkait efektivitas pengawasan Pemkot terhadap proyek vital yang berpotensi membebani APBD di masa depan melalui tipping fee jika fasilitas PSEL akhirnya beroperasi.
Kegagalan dua kebijakan utama ini berdampak langsung pada kondisi TPA Rawa Kucing, yang berlokasi dekat Bandara Internasional Soekarno-Hatta. TPA, yang beroperasi sejak 1992 dengan volume sampah harian mencapai 1.500 hingga 1.600 ton, dilaporkan telah melebihi kapasitas daya tampung.
Berdasarkan pantauan langsung di lapangan, tumpukan sampah di TPA Rawa Kucing tampak menggunung dan polusi udara serta bau busuk dilaporkan menyengat hingga ke pemukiman warga di Kelurahan Kedaung Wetan dan Neglasari. Kondisi ini dikhawatirkan warga sebagai “bom waktu” lingkungan.
Keluhan masyarakat menyoroti buruknya manajemen TPA, serta isu dugaan pelanggaran lingkungan seperti pembuangan air lindi (air sampah) tanpa pengolahan yang memadai. Tragedi kebakaran hebat TPA pada Oktober 2023, yang menyebabkan ratusan warga mengungsi, menjadi peringatan nyata akan tingginya potensi bahaya yang ditimbulkan oleh sistem penimbunan terbuka (open dumping).
Tumpukan sampah yang mengandung gas metana (\text{CH}_4) dan emisi gas beracun lainnya, seperti Hidrogen Sulfida (\text{H}_2\text{S}), mengancam kesehatan pernapasan warga sekitar. Keberadaan TPA yang kumuh dekat pintu gerbang utama Indonesia juga berpotensi mencoreng citra Kota Tangerang.
Masyarakat mendesak Pemkot Tangerang untuk segera mengambil langkah tegas:
Profesionalisasi Pengelolaan: Meninggalkan sistem open dumping dan menerapkan standar pengelolaan TPA yang lebih profesional dan ramah lingkungan (sanitary landfill).
Percepatan PSEL: Memastikan proyek PSEL dan fasilitas pengolahan sampah modern lain (seperti Refused Derived Fuel – RDF) segera beroperasi sesuai jadwal untuk mengurangi ketergantungan pada TPA Rawa Kucing.
Transparansi Keuangan: Memperjelas hubungan antara kenaikan retribusi sampah dengan pembiayaan sanksi KLHK, serta memastikan dana tersebut digunakan secara efektif untuk perbaikan lingkungan.
Warga menunggu langkah nyata dari pemimpin kota untuk mengubah gunungan sampah beracun ini menjadi lingkungan yang sehat dan berkelanjutan, sekaligus memastikan pengawasan yang ketat terhadap proyek investasi PSEL agar tidak terus mangkrak.
Publisher -Red