
TANGERANG, 14 Agustus 2025– Tim kuasa hukum Guru SY, seorang guru di SMPN 23 Kota Tangerang, secara tegas membantah tuduhan pencabulan yang dialamatkan kepadanya. Melalui sebuah siaran pers, tim kuasa hukum dari Kantor Hukum SANTO NABABAN, S.H. & PARTNERS menyoroti sejumlah kejanggalan serius pada dua laporan polisi yang dibuat oleh satu orang pelapor, yaitu ibu dari murid berinisial RA. Pihak kuasa hukum menduga laporan tersebut bermotif fitnah dan dendam.
Kronologi Laporan yang Bertentangan
Menurut kuasa hukum, Santo Nababan, S.H., pelapor berinisial S membuat dua laporan polisi pada hari yang sama, 25 Juni 2025, namun dengan kronologi dan waktu kejadian yang berbeda.
* Laporan pertama (110 Polri): Menyebutkan kejadian terjadi pada Senin, 23 Juni 2025, dengan tuduhan korban disuruh melakukan perbuatan cabul.
* Laporan kedua (LP/B/880/VI/2025/SPKT/POLRES METRO TANGERANG KOTA): Menyebutkan kejadian terjadi pada Selasa, 24 Juni 2025, dengan kronologi yang lebih detail, yaitu pelaku menciumi dan memegang kemaluan korban.
“Kejanggalan ini menunjukkan adanya ketidakonsistenan yang kuat dalam tuduhan tersebut,” ujar Santo Nababan.
Selain perbedaan kronologi, tim kuasa hukum juga membantah tuduhan bahwa perbuatan cabul terjadi di ruangan terkunci. Menurut Santo Nababan, saat kejadian yang dituduhkan, pelapor S justru berada di ruangan yang sama dengan anaknya, RA, saat mengerjakan tugas remedial bersama Guru SY. Ruangan tersebut dalam kondisi pintu dan gorden terbuka, dan beberapa guru lain, termasuk Guru E, I, dan Sanuri, keluar masuk ruangan.
Pihak kuasa hukum juga mempertanyakan keabsahan saksi-saksi yang dicantumkan dalam laporan, yaitu Guru Y dan murid R (teman RA).
“Saksi-saksi yang dicantumkan ternyata tidak berada di lokasi kejadian dan tidak pernah dimintai persetujuan untuk dijadikan saksi oleh pelapor,” jelas Santo Nababan.
Tim kuasa hukum menduga laporan ini bermotif dendam dari mantan suami adik ipar Guru SY, berinisial J. Menurut keterangan Santo Nababan, Guru SY pernah menolak permintaan J untuk membantu rujuk dengan istrinya, serta menolak permintaan untuk menjaga anaknya.
Santo Nababan mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh narasi sepihak yang belum terbukti kebenarannya, terutama karena hal ini menyangkut reputasi seorang guru. Ia juga menyayangkan tindakan pelapor yang diduga menyebarluaskan berita tanpa menunggu hasil resmi dari Kepolisian.
“Kami meminta semua pihak untuk berhati-hati dalam menyikapi informasi ini dan menghormati asas praduga tak bersalah,” tegasnya, “Kami percaya pihak Kepolisian akan bertindak profesional dan mengungkap fakta sebenarnya.”
Publisher -Red