
Jakarta, 2 September 2025 – Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan dana operasional program Peremajaan Sawit Pekebun (PSP) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Temuan BPK mengungkap indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan pengelolaan keuangan negara, yang berpotensi merugikan negara miliaran rupiah.
Dari data yang diperoleh, Tim Peremajaan Sawit Pekebun Ditjen Perkebunan telah menerima dana dukungan sebesar Rp149,77 miliar dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sejak 2018 hingga 2020. Namun, pemeriksaan BPK hingga Agustus 2020 menunjukkan adanya berbagai masalah dalam penggunaan dana tersebut.
Temuan BPK menggarisbawahi beberapa poin krusial yang menuntut perhatian publik dan aparat penegak hukum.
* Penyimpangan Pajak: Sejumlah dinas perkebunan di provinsi dan kabupaten, termasuk di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh, ditemukan belum melakukan perhitungan, pemungutan, dan penyetoran pajak atas pekerjaan swakelola senilai Rp210,24 juta. Praktik ini mengindikasikan kelalaian dalam menjalankan kewajiban fiskal yang diatur oleh negara.
* Pembayaran Fiktif dan Mark-up: Audit menemukan adanya bukti pertanggungjawaban dana yang tidak lengkap senilai Rp422,05 juta. Sejumlah bukti seperti tiket pesawat, boarding pass, dan nota pembelian ATK tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, ditemukan juga kelebihan pembayaran untuk perjalanan dinas dan penginapan sebesar Rp14,73 juta.
Lebih lanjut, BPK juga mencatat adanya mark-up pada pembelian tiket pesawat yang melebihi harga resmi maskapai, dengan selisih mencapai Rp11,05 juta. Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan integritas dalam penggunaan dana publik.
* Pelanggaran Aturan Honorarium: Pembayaran honorarium yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan ditemukan senilai Rp50,56 juta. Honorarium ini, termasuk honorarium moderator dan pengelola keuangan, dibayarkan dengan besaran yang tidak sesuai standar. Selain itu, pemberian honorarium kepada penanggung jawab pengelola keuangan yang sumber dananya bukan dari APBN juga disoroti, menunjukkan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku.
Menanggapi temuan BPK, Tim Peremajaan Sawit Pekebun Ditjen Perkebunan berdalih bahwa belum ada pedoman yang jelas mengenai pengelolaan dana swakelola dalam kerangka kerja sama dengan BPDPKS. Alasan ini sangat tidak bisa diterima dan justru menunjukkan lemahnya tata kelola dan akuntabilitas di lembaga pemerintahan.
Kondisi ini jelas bertentangan dengan:
* Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola.
* Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Masukan (SBM) dan Standar Biaya Keluaran (SBK).
Temuan BPK ini bukan hanya sekadar catatan administrasi, melainkan cerminan dari potensi kerugian negara dan kelalaian serius dalam pengelolaan dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan petani sawit. Publik berhak menuntut transparansi dan akuntabilitas penuh. Aparat penegak hukum harus segera menindaklanjuti temuan ini untuk memastikan tidak ada dana publik yang disalahgunakan.
Publisher -Red