
TANGERANG16 Agustus 2025, – Visi “Kota Tangerang yang berakhlak mulia” yang digaungkan oleh Pemerintah Kota Tangerang kembali disorot. Masyarakat menuntut penjelasan atas dugaan kejanggalan pada alokasi anggaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH), yang mencakup kenaikan anggaran tak wajar, program Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL) yang dinilai tidak jelas, serta kebijakan retribusi baru yang memberatkan pelaku usaha.
Salah satu sorotan utama adalah kenaikan anggaran DLH yang mendadak dari Rp225 miliar menjadi Rp261 miliar. Kenaikan sebesar Rp36 miliar ini diklaim untuk “penyesuaian prioritas PSEL,” namun realisasi proyeknya masih dipertanyakan.
Ketua LPKL-NUSANTARA, Kapreyani, S.H., M.H., menyatakan bahwa alokasi anggaran ini dinilai tidak lazim mengingat tidak adanya progres signifikan dari proyek PSEL. “Ada usulan penambahan anggaran untuk kegiatan pendukung persiapan penajaman PKS PSEL, tapi proyeknya sendiri tidak ada kejelasan,” ujarnya dalam konferensi pers pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Proyek PSEL yang sebelumnya digarap oleh PT Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) diketahui telah terhenti sejak tahun 2018. Pernyataan Kepala DLH Wawan Fauzi yang mengakui “tidak ada progres signifikan” semakin menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi alokasi dana besar untuk proyek yang telah lama mangkrak.
Di tengah isu anggaran ini, Pemerintah Kota Tangerang juga memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur retribusi sampah baru. Kebijakan ini mewajibkan seluruh pelaku usaha, mulai dari hotel hingga warung, membayar retribusi dengan tarif baru yang dinilai memberatkan.
Seorang pemilik restoran di Cikokol, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengeluhkan kebijakan tersebut. “Kami bayar retribusi, tapi sampah tetap telat diangkut. Sekarang kami disuruh bayar lebih mahal, apa jaminan layanannya akan membaik?” tanyanya. Keluhan ini mencerminkan keresahan pelaku usaha yang merasa terbebani tanpa adanya peningkatan layanan yang sepadan.
Isu ini diperparah dengan penetapan mantan Kepala DLH, TS, sebagai tersangka oleh penyidik Gakkum KLH atas dugaan kelalaian dalam mengelola TPA Rawa Kucing. Pelanggaran yang ditemukan mencakup pembuangan air lindi ke lingkungan, kapasitas TPA yang melebihi batas, dan ketiadaan persetujuan teknis.
“Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang telah lalai atau mengabaikan pengelolaan TPA Rawa Kucing dengan baik,” kata Kapreyani. Ia juga menekankan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengajukan gugatan atas kelalaian tersebut.
Rentetan isu ini memunculkan pertanyaan publik mengenai transparansi pengelolaan anggaran dan akuntabilitas kinerja DLH Kota Tangerang. Masyarakat menanti penjelasan dari Walikota H. Sachrudin untuk mengembalikan kepercayaan yang telah goyah.
Publisher -Red