
BLORA – Kasus penahanan tiga wartawan di Blora—JT (55), FY (41), dan SY (45)—selama 90 hari oleh Polres Blora, kini memasuki babak yang menimbulkan pertanyaan serius di kalangan hukum dan publik. Meskipun berkas perkara mereka telah dinyatakan P21 oleh Kejaksaan, yang menandakan siap untuk disidangkan, ketiganya justru dibebaskan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Proses ini dianggap janggal secara prosedural hukum.
Kuasa hukum ketiga wartawan, John L. Situmorang, S.H., M.H., mengungkapkan kebingungan atas proses pembebasan ini. Menurutnya, pembebasan melalui RJ dilakukan setelah berkas perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan dan siap disidangkan. Hal ini bertentangan dengan prosedur hukum pidana, di mana kewenangan penyidikan sudah sepenuhnya beralih dari kepolisian ke kejaksaan setelah P21.
“Jika perkara sudah P21, bukankah ini sudah menjadi domain Jaksa?” tanya John. “Ini bukan sekadar keadilan restoratif, ini menyisakan pertanyaan mendasar secara prosedural hukum.”
Lebih lanjut, tim kuasa hukum menemukan fakta mengejutkan dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Terungkap bahwa pihak pelapor, seorang oknum TNI AD berinisial RHP, meminta wartawan untuk menghapus berita, lalu memberikan uang sebesar Rp4 juta melalui seseorang bernama Didik.
John L. Situmorang menduga adanya indikasi jebakan, bukan pemerasan, mengingat permintaan untuk menurunkan berita dan pemberian uang datang dari pihak pelapor itu sendiri. “Permintaan menurunkan berita datang dari pihak pelapor. Wartawan justru diminta menghapus berita, lalu diberi uang. Ini bukan pemerasan—ini indikasi jebakan terstruktur,” tegasnya.
Kasus ini tidak hanya menyoroti kejanggalan dalam prosedur hukum, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait perlindungan profesi wartawan. Penahanan yang berlangsung lama dan dugaan adanya jebakan memperlihatkan risiko yang dihadapi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Kasus ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi lembaga penegak hukum untuk memberikan penjelasan yang transparan mengenai proses yang terjadi. Publik dan komunitas pers menantikan kejelasan, apakah RJ setelah P21 ini merupakan suatu bentuk diskresi atau pelanggaran prosedur hukum.
Publisher -Red