Kodi, Sumba Barat Daya – 25/11/2025 – Kasus dugaan pemerasan (pungutan liar/pungli) yang dilaporkan melibatkan oknum penyidik di Satuan Reskrim (Tipidter) Polres Sumba Barat Daya (SBD) kini berkembang menjadi skandal serius yang diduga mencerminkan kegagalan pengawasan di tingkat pimpinan. Total kerugian yang diderita masyarakat, berdasarkan laporan para korban, disebut mencapai angka Rp90 JUTAAN, menunjuk langsung pada dugaan kelalaian berat Kapolres dan Kasat Reskrim SBD.
Skandal ini mengemuka melalui laporan beberapa korban yang dipaksa menyerahkan sejumlah uang dalam penanganan kasus. Salah satu korban, Karolus Kodi Mete, dilaporkan dipaksa membayar Rp25 Juta. Korban lainnya, yang identitasnya dirahasiakan, melaporkan nominal pungli bervariasi antara Rp10 Juta hingga Rp30 Juta.
Pola kejahatan ini diduga terorganisir, di mana oknum Polisi berinisial A (Penyidik Tipidter) disebut menggunakan ancaman tegas saat melakukan aksinya. Berdasarkan kesaksian para korban, diduga kuat hukum hanya dijadikan tameng untuk menakut-nakuti masyarakat, dengan ujung-ujungnya adalah pemerasan dan kapitalisasi penderitaan rakyat demi keuntungan pribadi.
Angka kumulatif kerugian yang mencapai Rp90 JUTAAN dari masyarakat SBD menjadi indikasi kuat bahwa praktik ini bukan insiden tunggal, melainkan dugaan pelanggaran sistematis yang telah berlangsung lama tanpa terdeteksi atau ditindak.
Integritas penegakan hukum di Polres SBD kini dipertanyakan secara fundamental. Kapolres SBD dan Kasat Reskrim SBD diduga kuat gagal total dalam mengemban tugas dan tanggung jawab pengawasan internal mereka.
Kegagalan ini merupakan dugaan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip yang tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri) tentang Kode Etik Profesi Polri, serta mengkhianati semangat Reformasi Presisi yang dicanangkan Kapolri.
Pembiaran terhadap praktik pungli yang dilaporkan berulang dan sistematis ini menunjukkan lemahnya kontrol, atau yang lebih parah, adanya dugaan kuat perlindungan terhadap pelaku kejahatan berseragam, sehingga praktik ini dapat terus beroperasi.
Sikap lamban dan terkesan diam dari pimpinan Polres SBD dalam menyikapi dugaan pemerasan yang telah menjadi viral dan pelakunya telah teridentifikasi, memunculkan kecurigaan bahwa pimpinan Polres SBD telah mengindikasikan perlindungan terhadap oknum tersebut.
“Kapolres SBD dan Kasat Reskrim SBD memiliki kewajiban moral dan hukum untuk segera menindak oknum yang jelas-jelas merusak citra Korps Bhayangkara. Sikap abai ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap institusi dan Perkapolri yang berlaku,” demikian kritik yang mengemuka di tengah masyarakat SBD.
Masyarakat SBD menuntut keadilan segera dan penindakan tegas. Tuntutan utama adalah:
– PECAT TIDAK DENGAN HORMAT (PTDH): Bagi Oknum Polisi inisial A yang diduga menjadi pelaku utama, bukan hanya mutasi yang dinilai masyarakat sebagai ‘reward terselubung’.
– Pencopotan Pimpinan: Mendesak KAPOLRI JENDERAL LISTYO SIGIT PRABOWO untuk segera mencopot Kapolres dan Kasat Reskrim SBD atas dasar kegagalan pengawasan dan dugaan pembiaran yang menghancurkan kepercayaan publik.
Polri kini dihadapkan pada pilihan: menegakkan PRESISI dengan membersihkan diri dari benalu ini, atau membiarkan citra institusi terus merosot ke titik terendah.
Hingga berita ini ditayangkan, awak media telah mencoba mengkonfirmasi dugaan ini kepada pihak Propam Polres dan Kapolres setempat. Namun, kedua pihak belum memberikan tanggapan atau pernyataan resmi terkait kasus skandal yang meluas ini.
Desakan untuk tindakan tegas, PTDH, dan evaluasi total terhadap Pimpinan Polres SBD harus segera direalisasikan demi memulihkan marwah Polri.
Publisher -Red
Sumber informasi: Hermanius
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










