
SURAKARTA, 8 Juni 2025 — Setelah tujuh tahun lamanya terpendam, kasus dugaan kejahatan terhadap anak yang menyeret nama Kenjiro Diarga Yudhitira kini kembali mencuat ke permukaan. Penyorotan kasus ini terjadi usai dokumen Berita Acara Interview (BAP) Polresta Surakarta tertanggal 4 Mei 2018 beredar luas di publik, menyusul pembahasan resminya di forum Komisi III DPR RI.
Dokumen BAP tersebut mengungkap bahwa Kenjiro, yang saat kejadian baru berusia 6 tahun, diperiksa oleh penyidik IPTU Wahyu Riyadi, S.H. dan Aipda Budi Santoso, S.H. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengembangan laporan dugaan pencabulan terhadap anak. Kenjiro didampingi oleh ayah kandungnya, Yudi Setiasno, yang memberikan keterangan sebagai pihak keluarga korban, bukan sebagai pelaku.
Munculnya dokumen krusial ini setelah tujuh tahun dan setelah dibahas oleh Komisi III DPR RI, menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa laporan ini tidak kunjung ditindaklanjuti selama bertahun-tahun? Terlebih, penyidik Budi Santoso kini telah dipindahtugaskan ke Polsek Grogol, tanpa kejelasan mengenai kelanjutan penanganan perkara ini.
Indonesia Police Monitoring (IPM) Jawa Tengah menyatakan keprihatinan mendalam atas kondisi ini dan mendesak Kapolresta Surakarta untuk segera memberikan penjelasan terkait mandeknya penanganan kasus Kenjiro.
“Ini adalah bentuk pengabaian terhadap perlindungan anak dan keadilan hukum. Kita bicara tentang korban anak usia 6 tahun. Tapi kenapa butuh waktu tujuh tahun dan dorongan dari Komisi III DPR RI untuk membuat kasus ini kembali dibuka?” tegas A.D. Anggoro, S.E., S.H., Ketua IPM Jawa Tengah, yang juga merupakan kuasa hukum dari Yudi Setiasno dan Kenjiro.
IPM juga secara terbuka menyerukan kepada penyidik Budi Santoso agar bersikap jujur dan tidak gentar terhadap tekanan struktural atau hierarki kepolisian. IPM menilai ada potensi kuat bahwa dalam penanganan awal perkara ini terjadi pembiaran atau pengabaian prosedur hukum yang dapat berdampak serius pada keadilan bagi korban.
“Kami meminta Budi Santoso untuk tidak takut pada hierarki. Ini tentang nurani dan tanggung jawab moral sebagai aparat penegak hukum. Jangan ada lagi praktik diam-diam dalam kasus serius seperti ini,” ujar Anggoro.
Menanggapi situasi ini, IPM menyatakan saat ini tengah menyiapkan pengajuan laporan resmi ke Divisi Propam Mabes Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Langkah ini diambil guna mengungkap secara menyeluruh apakah dalam proses penanganan kasus ini terdapat unsur kelalaian, tekanan institusional, atau bahkan dugaan rekayasa penyidikan.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika ada yang mencoba menyembunyikan kebenaran, kami akan lawan secara hukum dan moral,” pungkas Anggoro dengan tegas.
Publisher -Red
Reporter CN- – Rachmatullah