Tangerang, 10 Desember 2025 – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang tahunan sebesar Rp 36 Miliar yang dialokasikan untuk subsidi transportasi publik Si Benteng (TAYO), kini terancam menjadi monumen kegagalan akuntabilitas dan pusaran dugaan korupsi sistematis. Program ambisius yang sedianya menjadi benteng layanan publik justru diduga menjadi ‘bancakan’ oknum yang merugikan keuangan daerah hingga puluhan miliar rupiah per tahun.
Skandal ini mencuat pada Desember 2025, menyoroti dugaan manipulasi laporan operasional yang terjadi secara terstruktur. Dana subsidi Rp 3 Miliar per bulan atau Rp 36 Miliar per tahun diduga tidak sepenuhnya sampai kepada masyarakat penerima manfaat. Sebaliknya, dana tersebut ditengarai ‘menguap’ dan dinikmati operator pihak ketiga melalui serangkaian praktik curang.
“Ini bukan lagi inefisiensi, ini adalah dugaan korupsi terstruktur yang merampok hak rakyat Tangerang. APBD kita berpotensi dikuras habis setiap tahunnya akibat praktik curang yang disengaja,” tegas Saiful Milah, Anggota DPRD Kota Tangerang, yang secara eksplisit menuntut segera dilakukannya audit investigatif menyeluruh.
Investigasi awal menyoroti beberapa celah fatal yang membuka pintu manipulasi:
– Kegagalan Sistem Digital: BUMD Perseroda Tangerang Nusantara Global (TNG) dikritisi tajam karena kelalaiannya dalam menerapkan sistem Global Positioning System (GPS) berbasis rute yang ketat. Ketiadaan kontrol digital yang memadai ini membuka peluang laporan fiktif.
– Praktik ‘Main Kilometer’: Dugaan praktik ‘Main Kilometer’ dilakukan oleh oknum sopir dan operator pihak ketiga berinisial L (yang juga pengurus Organda). Kendaraan diduga ‘digantung’ atau ‘muter-muter artifisial’ di luar rute vital hanya demi mengakali target pencairan subsidi kilometer, padahal layanan tidak maksimal.
– Kembali ke Manual: Perubahan sistem pembayaran menjadi manual secara tiba-tiba dinilai sebagai langkah mundur yang menyulitkan audit dan membuka celah manipulasi data jumlah penumpang, sehingga subsidi kian rentan disalahgunakan.
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang sebagai pemangku kebijakan utama disorot karena pengawasan yang tumpul, sementara BUMD TNG sebagai pelaksana dinilai lalai total dalam kontrol digital dan audit.
Lebih mencengangkan, saat dikonfirmasi terkait skandal ini pada Sabtu, 29 November 2025, Kepala Dishub Kota Tangerang dikabarkan belum dapat memberikan penjelasan resmi dan mengaku sedang menjalankan ibadah Umroh. Absennya pejabat kunci saat krisis akuntabilitas ini semakin memperkuat sinyal bahwa pengawasan di sektor transportasi publik berada di titik terendah dan memprihatinkan.
Tuntutan Mendesak: Audit Investigatif dan Uji Kelayakan Ekstrem
– Audit Total: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dituntut untuk segera melakukan audit investigatif mendalam terhadap seluruh mata anggaran Dishub dan TNG, guna membongkar tuntas dugaan ‘Bancakan’ oknum pejabat di struktur Dishub dan BUMD.
– Uji Kelayakan Keras: Pemerintah Kota harus segera melakukan uji kelayakan ekstrem dengan Menggratiskan Si Benteng untuk durasi tertentu. Jika dalam masa uji kelayakan ini program terbukti gagal menjangkau rute vital dan tidak diminati warga, program harus dihapus total.
– Alihkan Dana: Jika terbukti bobrok, dana Rp 36 Miliar per tahun harus dialihkan ke sektor yang lebih krusial, seperti pembenahan dan peningkatan fasilitas rumah sakit umum untuk kesehatan masyarakat.
– Transparansi Wajib: Pemerintah Kota wajib melengkapi seluruh armada dengan CCTV dan GPS berbasis trayek yang terintegrasi serta menjamin transparansi publik atas alokasi dan realisasi dana subsidi.
Skandal transportasi ini adalah pukulan telak bagi kepercayaan publik. Aparat Penegak Hukum (APH) dituntut bertindak cepat dan tegas untuk menghentikan kebocoran APBD yang masif ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau.
Tim Redaksi Prima
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










