
MOROWALI UTARA 26 September 2025 – Konflik agraria di Kabupaten Morowali Utara (Morut) memuncak. PT Cipta Agro Sakti (CAS) dituding bertindak sewenang-wenang seperti mafia tanah, merampas ratusan hektare lahan rakyat, bahkan menggusur situs sakral kuburan leluhur Suku Taa.
Nasrun Ba’u, Ketua Pendamping Lembaga Adat Suku Taa Desa Boba, menegaskan bahwa tindakan korporasi ini bukan sekadar kerugian materi, melainkan sebuah “penghinaan telanjang terhadap harkat dan martabat, serta spiritualitas masyarakat adat.”
“Perusahaan telah meratakan kuburan leluhur Suku Taa pedalaman. Ini melampaui batas kerugian ekonomi; ini adalah penistaan terhadap nilai-nilai adat kami. Kami menuntut keadilan, bukan hanya pengembalian tanah, tapi juga penghormatan atas hak adat kami,” ujar Nasrun Ba’u dengan nada geram, merujuk pada tanah adat dan spiritual di Desa Boba.
Pada 23 September 2025, tiga entitas masyarakat yang terdampak—Lembaga Adat Suku Taa Desa Boba, Kelompok Tani Desa Opo, dan Pemerintah Desa Ueruru—secara serentak melayangkan surat pengaduan resmi kepada SATGAS Penyelesaian Konflik Agraria (PKA).
Inti tuntutan mereka tunggal: kembalikan lahan total ratusan hektare yang telah digusur paksa dan cabut izin PT CAS secara permanen.
Nasrun Ba’u menjelaskan, perampasan oleh PT CAS ini memiliki tiga dimensi krusial yang membentang melintasi Kecamatan Bungku Utara:
– Tanah Adat dan Spiritual (Desa Boba): Selain tanaman masyarakat yang digusur paksa, kuburan leluhur Suku Taa telah rata dan kini ditanami sawit.
– Lahan Perjanjian Mangkrak (Desa Opo): PT CAS menanami sawit di lahan seluas 299.12 Hektare. Ironisnya, hak plasma masyarakat sebesar 89,74 Hektare (30%) yang menjadi kesepakatan tertulis tak kunjung direalisasikan.
– Lahan Bersertifikat (Desa Ueruru): Kepala Desa Ueruru melaporkan penyerobotan di areal yang sudah memiliki sertifikat resmi Badan Pertanahan Nasional, termasuk minimal 1,95 Hektare lahan berlegalitas negara.
Klaim ilegal PT CAS semakin solid mengingat operasional perusahaan di Morut diduga kuat tanpa Hak Guna Usaha (HGU) yang sah, sekaligus melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-XII/2015. Dugaan pelanggaran hukum ini diperparah karena perusahaan masih nekat beraktivitas meskipun telah dilarang oleh Pemerintah Provinsi dan Bupati Morut.
“PT CAS tidak hanya melawan rakyat, tetapi melawan Konstitusi dan regulasi tertinggi di negara ini. Jika tanah bersertifikat dan kuburan leluhur pun bisa diinjak-injak sedemikian rupa, maka keadilan agraria di Indonesia hanyalah ilusi politik,” tegas Nasrun Ba’u, menyuarakan kekecewaan atas arogansi modal.
Selain itu, konflik ini diperkeruh oleh dugaan konflik kepentingan di mana Kepala Desa Opo terbukti merangkap jabatan sebagai Humas PT CAS. Peran ganda ini dianggap menelikung kepentingan warganya sendiri, membuktikan betapa mudahnya elit lokal menjadi kaki tangan korporasi yang merampas.
Masyarakat Morut, yang diwakili oleh 31 nama pendukung, kini menggantungkan nasib pada langkah tegas Satgas PKA dan aparat penegak hukum untuk mengembalikan hak mereka. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Daerah dan Pusat yang dinilai impoten menghadapi arogansi modal.
Publisher -Red
Reporter CN -Nakir