
MUSI RAWAS, Sabtu, 28 Juni 2025 – Ketika pemerintah pusat sesumbar menggaungkan perang terhadap mafia pupuk, kenyataan pahit justru menghantam petani kecil di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Sebuah skandal memalukan terkuak di Kios Pupuk Subsidi Maju Bersama, Desa Temuan Sari, Kecamatan Muara Kelingi, yang ironisnya diduga kuat terafiliasi dengan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Musi Rawas. Praktik kotor ini bukan hanya merugikan petani, tetapi juga menampar keras komitmen pemberantasan mafia pupuk yang selama ini digaungkan.
Investigasi lapangan tim media pada Kamis (27/06/2025) menemukan bukti tak terbantahkan: pupuk subsidi yang seharusnya menjadi hak petani, diobral bebas dan dijual ke pemilik kebun sawit, entah dengan restu siapa. Ini adalah pengkhianatan nyata terhadap amanat negara untuk mensejahterakan petani.
Leo Candra, Kepala Desa Temuan Sari, tak kuasa menutupi bobroknya praktik ini. “Sudah bukan rahasia umum kalau pupuk yang dialokasikan untuk sawah, berpindah untuk kebun sawit. Di desa kita sawahnya minim,” ungkapnya, mengisyaratkan adanya praktik lancung yang terstruktur.
Yang lebih memilukan, harga pupuk yang seharusnya disubsidi justru melonjak gila-gilaan. Pupuk jenis Ponska yang HET-nya hanya Rp115.000 per sak, dijual meroket hingga Rp180.000. Sementara Urea yang HET-nya Rp112.500 per sak, dipatok Rp170.000. Sudarno, petani kecil dari RT 1 Desa Temuan Sari, menjadi korban nyata. “Saya menebus pupuk dengan harga Rp180.000 per sak,” keluhnya, tercekik oleh harga mencekik di tengah janji manis subsidi.
Praktik culas semacam ini jelas-jelas membunuh mata pencarian petani kecil dan menunjukkan betapa rapuhnya pengawasan di lapangan.
Momen paling mencengangkan terjadi saat Nasrun, yang disebut-sebut sebagai pemilik Kios Pupuk Subsidi Maju Bersama, dikonfirmasi. Bukannya memberikan penjelasan, ia malah dengan kurang ajar menawarkan awak media untuk “ikut menjadi sales pupuk subsidi dan menawarkan kepada anggota kelompok tani.” Sebuah tawaran yang patut diartikan sebagai upaya menyuap dan membungkam kebenaran, sekaligus mengindikasikan bahwa praktik ilegal ini sudah menjadi modus operandi.
Regulasi sudah jelas: pupuk subsidi hanya untuk kelompok tani terdaftar dalam RDKK dan disalurkan kios resmi. Namun, di Temuan Sari, aturan ini hanya menjadi macan kertas, sementara mafia pupuk berpesta pora. Penjualan di atas HET dan penjualan bebas adalah pelanggaran pidana berat yang bisa berujung pada hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda fantastis, bahkan pencabutan izin usaha.
Jaksa Agung ST Burhanuddin telah berulang kali menggembar-gemborkan perintah untuk menindak tegas “mafia pupuk” dan memastikan pupuk sampai ke petani. Ia bahkan menginstruksikan operasi intelijen. Namun, kasus di Musi Rawas ini justru menjadi tamparan telak bagi janji-janji tersebut. Apakah instruksi Jaksa Agung hanya berlaku di atas kertas, sementara di lapangan para penyeleweng, apalagi yang diduga melibatkan anggota dewan, bisa bergerak leluasa?
Kejadian di Musi Rawas ini adalah puncak gunung es dari masalah distribusi pupuk subsidi di Indonesia. Sudah saatnya pemerintah berhenti retorika dan benar-benar menindak tegas para mafia pupuk, tanpa pandang bulu, bahkan jika mereka adalah pejabat negara sekalipun! Petani butuh pupuk, bukan janji kosong dan harga mencekik!.
Untuk di ketahui:
#Menteri Pertanian Republik Indonesia
#Jaksa Agung Republik Indonesia
#Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
#Kepala Kepolisian Republik Indonesia
#Gubernur Sumatera Selatan
#Bupati Musi Rawas
#DPRD Kabupaten Musi Rawas
#Dinas Pertanian Kabupaten Musi Rawas
#Kelompok Tani Desa Temuan Sari
Publisher -Red
Reporter CN- Wardani